TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pengusahaan Batam, Hatanto Reksodipoetro menyatakan pemerintah belum memberikan regulasi perundangan untuk mendukung tugas dan kewenangan pihaknya. Salah satu masalah yang sering muncul di BP Batam adalah masalah turunan seperti permasalahan lahan.
"Ada masalah spekulan tanah dan maraknya lahan tidur yang mencapai 7.700 hektar. Bahkan ada yang 28 tahun dibiarkan," ujar Hatanto di acara diskusi Quo Vadis Batam, Jakarta, Rabu (9/8/2017).
Hatanto juga menyebut masalah jumlah industri berteknologi menengah masih rendah, yaitu mencapai 78 persen dari 715 industri yang saat ini ada di Batam. Sementara jumlah industri berteknologi tinggi kata Hatanto hanya 7 persen.
"Hal ini jauh dari cita-cita awal Batam sebagai pusat industri teknologi tinggi," ungkap Hatanto.
Baca: Polisi Gelar Otopsi, Pastikan Penyebab Kematian MA, Terduga Pencuri Amplifier Musala
Menurut Hatanto, dalam kurun waktu 15-20 tahun terakhir, banyak penyimpangan yang terjadi di Batam. Hatanto menyebut pengalokasian lahan tanpa melihat tujuan penggunaan dan tujuan pengembangan wilayah.
"Pengalokasian lahan yang didasarkan pada kepentingan tertentu sehingga terjadi tumpang tindih dan perizinan diberikan tanpa prosedur yang berlaku demi mendapatkan dukungan untuk kepentingan tertentu," papar Hatanto.
Baca: Otonomi Daerah untuk Batam Adalah Kecelakaan Sejarah
Tidak hanya itu, Batam kata Hatanto yang didapuk menjadi kawasan industri ternyata sebagian besar dari 45 ribu hektar wilayahnya justru menjadi daerah pemukiman (28,3 persen). Angka itu jauh di atas luas kawasan industri yang hanya mencakup 16,6 persen luas wilayah.
“Batam saat ini mengalami disorientasi arah pembangunan akibat aturan perundangan yang belum mendukung kewenangan BP Batam," kata Hatanto.