News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pembatasan Impor Dinilai Tak Tepat

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang petani tembakau tengah melakukan proses topping disebuah lahan tembakau yang tergabung dalam program Integrated Production System (IPS) di desa Sukowono Jember Jawa Timur (31/7). IPS adalah program kemitraan antara Sampoerna dengan petani melalui pemasok yang telah dijalankan sejak 2009 dan berhasil meningkatkan produktivitas, dari sebelumnya 1 ton per hektare menjadi 1,6 ton per hektare. TRIBUNNEWS/HO

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia masih mengalami defisit tembakau, baik secara kualitas, kuantitas, dan varietas. Akibatnya, impor tembakau masih dibutuhkan oleh industri, terutama varietas yang tidak dapat dibudidayakan di dalam negeri, seperti tembakau Virginia dan Oriental.

Maka itu, wacana pembatasan impor di tengah defisit tembakau dinilai tidak tepat dan mengancam keberlangsungan industri hasil tembakau.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie mengatakan, alih-alih pembatasan impor tembakau, pemerintah sebenarnya dapat menetapkan kebijakan bea masuk yang sedikit lebih tinggi terhadap varietas yang tidak dapat dibudidayakan ataupun varietas yang jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri. "Bea masuk bisa menjadi solusi," ujar Moeftie dalam keterangannya, Rabu (9/8).

Terkait besarannya, Moefti meminta bahwa angkanya haruslah wajar. Dengan adanya kebijakan ini, industri masih tetap memiliki akses terhadap bahan baku.

Dalam lima tahun terakhir, rata–rata produksi tembakau di dalam negeri selalu di bawah 200.000 ton per tahun. Sementara, permintaan tembakau berkisar 320.000 ton per tahun.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV Firman Subagyo yang turut membidangi urusan pertanian dan kehutanan, mengatakan, pemerintah dapat mengenakan kebijakan tarif progresif terhadap varietas tembakau yang tidak dapat dipenuhi oleh petani lokal. "Dengan adanya tarif progresif, maka yang diuntungkan tentu pemerintah," ujar Firman.

Pada kesempatan tersebut, Firman juga mengimbau agar pabrikan terus melakukan pembinaan dan kemitraan terhadap petani untuk membudidayakan varietas-varietas tembakau yang dibutuhkan. Sehingga, tembakau dalam negeri yang terserap menjadi lebih banyak.

Hal ini pun diamini oleh Moefti. Lebih lanjut, Moefti mengatakan, pemerintah perlu mendorong percepatan program kemitraan antara pabrikan dan petani tembakau. Program kemitraan termasuk proses pendampingan saat penanaman hingga panen.

"Ini salah satu solusi untuk mencapai produksi yang dibutuhkan, baik secara kualitas maupun kuantitas," katanya.

Aturan baru terkait pembatasan impor tembakau sebenarnya bertentangan dengan keinginan Presiden Joko Widodo yang mengharapkan adanya deregulasi sehingga semua hambatan bisnis dapat dihilangkan.

Berita Ini Sudah Dipublikasikan di KONTAN, dengan judul: Gaprindo: Pembatasan impor tembakau tak tepat

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini