TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai keterbatasan tenaga kerja berkualitas di daerah menjadi kendala pemerintah dalam mengembangkan kawasan industri di luar pulau Jawa.
"Masalah yang muncul itu tenaga kerja di kawasan itu (diluar pulau Jawa), karena tidak link and match dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar di Jakarta, Minggu (20/8/2017).
Dalam menciptakan tenaga kerja berkualitas di daerah, kata Haris, Kemenperin memiliki sembilan Sekolah Menengah Kejurusan (SMK) yang menggunakan sistem pembelajaran 30 persen teori dan 70 persen praktik.
"Sembilan SMK ini menerapkan sistem pembelajaran yang berbasis kompetensi, sehingga siswa-siswa ini pulangnya agak sore sampai pukul 16.00 WIB dan para lulusannya hampir semuanya terserap di dunia kerja," papar Haris.
Sembilan SMK tersebut di antaranya di Banda Aceh dengan spesialisasi pengolahan produk berbasis kelapa sawit, Bandar Lampung spesialisi pengolahan karet dan singkong.
Yogyakarta spesialis produksi minyak atsiri, Pontianak spesialisasi teknik mesin dan kimia, serta Makassar spesialisasi pengolahan kakao.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Herry Sudarmando menambahkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tenaga kerja berpendidikan SMP ke bawah masih menjadi mayoritas angkatan kerja nasional.
"Tenaga kerja SMP ke bawah itu 59,61 persen, lulusan SMA atau SMK 28,13 persen dan lulusan diploma dan universitas sebesar 12,26 persen," tutur Herry di tempat yang sama.
Untuk menciptakan tenaga kerja yang berkualitas, kata Herry, pemerintah menargetkan 260 orang dapat bersertifikasi kompetensi, 150 ribu orang diberikan pelatihan berbasis kompetensi dan 10 ribu orang diberikan pemegangan.
"Sertifikasi ini sangat penting, contohnya bekerja di restoran, jika ingin bekerja diluar negeri kalau tidak ada sertifikasi chef maka dia tidak bisa bekerja," ucapnya.