TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Munculnya peraturan larangan dan pembatasan (Lartas) impor bahan baku industri seperti garam, jagung, tembakau dan beberapa bahan baku lainnya membuat khawatir para pelaku industri, mengingat komoditas-komoditas tersebut merupakan bahan baku utama bagi industri.
Benny Wahyudi dari Asosasi Gula Rafinasi menyampaikan ketersediannya bahan baku sangat penting bagi keberlanjutan dan pertumbuhan industri dalam diskusi yang diadakan Forum Diskusi Ekonomi Politik (FDEP), dengan tema Kebijakan Impor Bahan Baku Industri pada Rabu, 23/8/2017.
Senada dengan Benny Wahyudi, Hasan Aoni Aziz, Ketua GAPRI (Gabungan Asosiasi Pengusaha Rokok Indonesia) pemerintah mesti perhatikan regulasi soal impor.
“Seluruh regulasi yang mengatur soal industri harus mengedepankan soal reward bukan punish, regulasi harus menyesuaikan tingkah laku konsumen,” ujar Hasan Aoni.
Pengamat ekonomi dari CSIS Yose Rizal Damuri mengatakan, ada kesalahan paradigma yang cukup luas di Indonesia.
“Ini perlu ada perubahan paradigma bahwa impor itu jelek. Impor itu adalah bagian dari produksi, saat ini kita tidak bisa menempatkan impor itu jelek", ungkapnya.
Lebih jauh Yose Rizal menyampaikan, semakin tinggi impor content, semakin tinggi pula ekspornya. Sebaliknya demikian.
Dirjen Perkebunan, Bambang, dalam kesempatan yang sama menyatakan, petani dan industri harus sinergis. K
ebijakan importasi ini bertujuan untuk melindungi negara kita yang agraris. Lartas bertujuan untuk mencari titik temu keseimbangan.
“Apabila ada jenis yang belum mampu diproduksi, monggo di impor”, ujarnya.
Menanggapi isu dalam kebijakan Lartas ini, Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman menyampaikan jika akan mengeluarkan regulasi, penting sekali untuk mengajak bicara industri.
Apalagi terkait bahan baku industri. Tanpa dukungan bahan baku yang memadai, hal ini akan berdampak pada penurunan daya saing industri.