News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pelaku Pasar Tolak Formulasi Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pedagang memotong tembakau yang dijual di los pasar Lambaro, Aceh Besar, Selasa (20/6/2017). Tembakau untuk rokok lintingan tersebut sebagian besar dipasok dari dataran tinggi gayo yang dijual Rp 40.000 hingga Rp 500.000 per kilogram tergantung kualitas tembakau. SERAMBI/M ANSHAR

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Formulasi kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT), yaitu angka target pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi atau 8,9 persen, memperoleh penolakan dari para pelaku pasar.

Estimasi kenaikan tarif CHT sebesar 8,9 persen pada tahun 2018 dipandang akan merugikan pendapatan para pedagang eceran.

“Jangan selalu setiap tahun menaikkan cukai. Yang jelas imbasnya ke pedagang, kalau harga naik, apalagi di tengah daya beli konsumen yang melemah, maka otomatis omzet berkurang. Sebaiknya ditahan jangan dinaikkan dulu cukainya sampai daya beli masyarakat membaik," kata Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Sjukrianto, Kamis (8/9/2017).

Sjukri meminta pemerintah tidak hanya mengejar aspek penerimaan negara dalam menyusun kebijakan tarif CHT, tetapi juga memerhatikan keberlangsungan industri hasil tembakau tembakau, khususnya para pedagang yang sekarang terkendala penurunan omzet.

Sjukri juga berharap pemerintah dapat terus memperhatikan enam juta orang yang mengandalkan industri tembakau nasional, termasuk didalamya para pedagang dan pengecer rokok.

Senada dengan Sjukri, Ketua Paguyuban Pedagang Eceran di Mataram, M Saleh Taswin mengaku, kondisi saat ini cukup sulit bagi pedagang eceran untuk meningkatkan penjualan. "Pasalnya daya beli masyarakat sedang turun," katanya.

Saleh bercerita, untuk di daerah Mataram saja, sejak tahun lalu terjadi penurunan penjualan antara 15 sampai 25 persen. "Ini dikarenakan adanya kenaikan cukai yang berimbas pada harga eceran," lanjutnya.

Saleh khawatir, bila kondisi ini tidak diselesaikan masyarakat akan membeli rokok-rokok ilegal. "Tentunya kerugian tak hanya dirasakan pemerintah, tapi juga kami para pedagang eceran yang menjual rokok legal," tuturnya.

Sementara itu, Sukmowati, ketua paguyuban pedagang eceran di Yogyakarta, berpendapat bahwa seharusnya Pemerintah jangan menaikkan cukai tahun depan mengingat keadaan industri yang lagi terpuruk. Ia juga mengingatkan, keterpurukan ini bukan hanya dirasakan pemilik toko eceran tapi juga akan berdampak kepada pegawai toko.

“Kenaikan itu (CHT) terlalu tinggi, hal ini sangat memberatkan toko retail yang akhirnya membuat omzet menurun. Kenaikan ini juga bukan cuma dirasakan para pedagang eceran, tapi para pegawai toko akan merasakan imbasnya,” ujar Sukmowati.

Kenaikan tarif CHT eksesif sebesar 15 persen secara rata-rata tertimbang pada 2016 menyebabkan realisasi penerimaan CHT menyentuh titik terendah, yaitu sekitar 97 persen dari target.

Padahal, sebelumnya, realisasi penerimaan cukai rokok selalu melampaui target. Tahun 2017, tarif cukai rokok sebesar 10,5 persen secara rata-rata tertimbang telah menyebabkan volume produksi rokok pada semester pertama anjlok sebesar 6 persen.

Pemerintah memasang target penerimaan cukai rokok senilai Rp148,2 triliun di dalam RAPBN 2018. Angka itu melonjak 4,8 persen dibandingkan dengan target penerimaan cukai hasil tembakau pada APBN-P 2017 berdasarkan penghitungan basis penerimaan 11,5 bulan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini