TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak berada di Indonesia tanggal 29 Agustus 2017, CEO Freeport McMoRan Richard Adkerson akhirnya pagi tadi, Jumat (15/9) pulang ke Amerika Serikat. Hampir tiga pekan Richard menginap di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta untuk memperoleh detil perundingan atas lima poin negosiasi.
Namun, rupanya Richard tidak memperoleh kepastian apa-apa soal kepastian perpanjangan kontrak hingga 2041, pembangunan smelter, divestasi 51%, perubahan dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan soal perpajakan.
Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama menyatakan bahwa belum ada kemajuan apa-apa selain hal-hal yang dibicarakan pada tanggal 29 Agustus lalu saat konfrensi pers bersama Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani di kantor Kementerian ESDM. "Beliau (Richard Adkerson) baru pulang tadi pagi," pungkas Riza ke KONTAN, Jumat (15/9).
Baca: Petani Garam di Gunungkidul Butuh Bantuan
Sumber KONTAN di kantor Kementerian ESDM membeberkan, pemerintah dibuat sakit kepala untuk merumuskan detil soal perundingan itu, khususnya soal perhitungan valuasi harga divestasi 51%, rumusan hitungannya masih belum pas.
Apalagi Freeport meminta supaya valuasi harga melalui mekanisme harga pasar dengan memasukan cadangan sampai tahun 2041.
Adapun siapa yang akan mengambil divestasi saham 51% ini, pemerintah juga masih adu kuat dengan persepsinya masing-masing. Sumber itu membisiki, bahwa belum semua sepakat bahwa Holding BUMN Pertambangan yang mengambil divestasi saham.
"Ada yang kekeuh pemerintah yang harus ambil. Bukan Holding BUMN Pertambangan," terangnya kepada KONTAN, Jumat (15/9). Namun sayang, ia enggan menyebutkan siapa orang tersebut.
Selain divestasi, yang masih sulit untuk diselesaikan yaitu mengenai penerimaan negara. Secara agregat penerimaan negara yang akan dikeluarkan oleh Freeport harus lebih besar dari sebelumnya.
Nah, Sumber KONTAN mengatakan bahwa pemerintah tengah kebingungan untuk mengeluarkan formula baru. "Karena tetap pakai nailedown, seperti yang sekarang. Tapi, pendapatan negara harus lebih besar. Pemerintah pusing akan buat formula yang seperti apa kalau pakai nailedown," terangnya.
Juru Bicara Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyatakan, terkait divestasi, pembahasannya memang dikoordinasikan oleh Kementerian BUMN, sedangkan yang terkait dengan stabilitas penerimaan negera oleh KemenKeuangan. "ESDM menunggu hasil pembahasan tersebut yang akan digunakan sebagai dasar perpanjangan IUPK," kata dia ke KONTAN, Jumat (15/9).
Nah, Kementerian ESDM berharap kesepakatan dengan Freeport bisa selesai sebelum Oktober. Sebab, jika tidak ada kesepakatan maka ekspor Freeport akan dihentikan. Hal ini sesuai dengan status Freeport yang kini berstatus ganda, yakni IUPK dan KK.
Status ini diberikan Menteri ESDM berdasrkan Permen ESDM No 1/2017. Sebab, hanya yang berstatus IUPK yang boleh ekspor. "Semoga bisa lancar, maaf saya tidak boleh kasih pernyataan," ungkap Riza Pratama.
Berita Ini Sudah Dipublikasikan di KONTAN, dengan judul: Bos Freeport pulang ke AS dengan tangan hampa