Bidik Investasi Rp 1.905 Triliun di 2025, Menteri Rosan Ungkap Ada Tantangan Tak Bisa Dikontrol
Tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mencapai target investasi pada tahun depan tidaklah ringan, seperti ketegangan geopolitik.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani mengungkap target investasi pada dua tahun ke depan akan meningkat.
Rosan menyebut Indonesia memasang target investasi sebesar Rp 1.905 triliun pada 2025 dan Rp 2.200 triliun pada 2026.
Ia mengatakan langkah-langkah telah disiapkan oleh pemerintah, baik dalam hal kebijakan maupun regulasi, untuk mencapai target tersebut.
"Jadi memang kita sudah mengantisipasi itu dan langkah-langkah yang kita lakukan, baik dari segi kebijakan, regulasi, dan policy, sudah kita fokuskan untuk meningkatkan target investasi dalam maupun luar negeri," kata Rosan ketika ditemui di kantor Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (29/11/2024) malam.
Baca juga: Kenaikan Upah Sebesar 6,5 Persen Tak Ganggu Investasi, Menteri Rosan: Bukan Rezimnya Lagi UMR Murah
Rosan menyadari bahwa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mencapai target investasi pada tahun depan tidaklah ringan.
Salah satu faktor utama yang berada di luar kendali Indonesia adalah ketegangan geopolitik dan geoekonomi global.
"Tantangan tahun depan tentunya adalah yang di luar kontrol kami, contohnya geopolitik yang mungkin tense-nya makin meningkat, geoekonomi," ujar Rosan.
Persaingan antara dua negara dengan ekonomi besar, yaitu Amerika Serikat (AS) dan China, menjadi sorotannya. Menurut Rosan, perseteruan antara mereka menjadi peluang bagi Indonesia.
"Kami selalu meyakini di kementerian investasi bahwa di setiap dinamika, baik itu geopolitik maupun geo ekonomi, tension antara US dan China contohnya, tetap ada opportunity. Justru makin besar pada saat mereka harus relokasi pabriknya," tutur Rosan.
Dia menjelaskan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia belum menjadi penerima utama dalam relokasi pabrik dari negara-negara besar. Bahkan, Indonesia tidak memasuki tiga besar di ASEAN dalam hal ini.
Namun, dengan langkah proaktif dalam berkomunikasi dengan negara-negara tersebut, Rosan optimistis Indonesia dapat memanfaatkan peluang itu lebih baik.
"Nah, oleh sebab itu kita juga harus proaktif ya berbicara dengan pihak-pihak itu karena kalau dulu, berapa tahun yang lalu pada saat tension itu meningkat, Indonesia bukan beneficiary yang paling besar di negara ASEAN. Kita hanya nomor 4 atau nomor 5 dari relokasi pabrik-pabrik yang ada di dunia," ucap Rosan.