TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Kader Muda Demokrat (KMD) Kamhar Lakumani merespon pertanyaan pernyataan dan rencana kebijakan Menteri BUMN Rini Soemarno untuk menjual jalan tol yang dikerjakan pemerintah seperti tol atas laut Bali Mandara yang dioperasikan oleh Jasa Marga Bali Tol.
"Rencana itu membuat kita cukup berdasar dan beralasan untuk menduga pemerintah akan mencederai mandat rakyat dengan melakukan pembajakan pembangunan yang sejatinya untuk kepentingan publik menjadi bentuk "swastanisasi" aset-aset dan fasilitas publik," kata Kamhar dalam keterangannya, Sabtu (7/10/2017).
Kamhar yang juga Ketua DPP KNPI ini mengatakan sulit untuk menerima dengan logika dan akal sehat jika mengorbankan pembangunan atas nama pembangunan.
"Apalagi sarana dan prasarana publik tersebut dibangun dengan pembiayaan yang bersumber dari APBN ataupun utang negara, baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang menjadi tanggungan rakyat diprivatisasi secara semena-mena," ujarnya.
Dia menduga ini sebagai upaya "merampok" bangsa dan rakyat sendiri.
"Masih terekam dan tersimpan dalam memori publik, kebijakan privatisasi di era Presiden Megawati, ada dugaan menjadi praktek megakorupsi ketika aset-aset BUMN strategis diobral jauh dibawah harga kewajaran seperti misalnya Indosat yang bahkan oleh Presiden Jokowi menjadikannya sebagai janji kampanye untuk dibeli kembali (buy back) namun belum terwujud hingga kini," ujar Kamhar.
Menurut Kamhar, rakyat menaruh harapan besar kepada DPR sebagai wakilnya untuk menjalankan fungsi pengawasan dengan mempertanyakan, memonitor dan melakukan telaah kritis atas recana kebijakan Menteri BUMN ini untuk menghindarkan pada dugaan "pembiaran dan perampokan berjamaah".
"Ini jelas penghianatan amanat rakyat dan bentuk tata kelola pemerintahan yang buruk (bad governance)," katanya.
Kamhar mengatakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governave) ditandai terbangunnya relasi yang demokratis dan selaras antara tiga pilar yaitu negara (state) atau pemerintah (government), sektor swasta atau dunia usaha (private sector), dan masyarakat (society).
"Secara empiris kebijakan privatisasi akan menghantarkan pembacaan dan pemahaman sebagai skema kebijakan yang bisa menjadi bentuk perselingkuhan antara pemerintah dengan swasta yang sudah barang pasti akan merugikan dan mengorbankan masyarakat," ujarnya.
"Akan menimbulkan pertanyaan mendasar bagi pemerintah. Sesungguhnya pembangunan yang dikerjakan oleh pemerintah yang bersumber dari uang rakyat itu untuk apa? dan untuk siapa? Jika kemudian dijual ke swasta yang sudah barang pasti berorientasi mengambil keuntungan dari masyarakat," Kamhar menambahkan.