Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laju inflasi selama tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terus menunjukkan tren penurunan.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, laju inflasi Indonesia sebelum adanya krisis ekonomi pada 1998 selalu dua angka dan setelah tahun tersebut mulai berangsur rendah seiring kebijakan perekonomian yang mulai membaik.
Baca: Komisi III DPR: Kehadiran Densus Tipikor Supaya KPK Tidak Monopoli
"Dan dalam tiga tahun pemerintahan pak Jokowi, laju inflasi dari 4,49 persen pada September 2017 menjadi 3,72 persen pada September 2017," ujar Darmin di komplek Istana Negara, Jakarta, Selasa (17/10/2017).
Menurut Darmin, target inflasi pada lima tahun ke belakang di level 4 persen plus minus satu, namun dalam pemerintahan Jokowi-JK selalu ditargetkan di angka 3,5 persen plus minus satu.
"Tiga tahun terakhir laju inflasi tercatat di bawah 4 persen, kita bertekat inflasi 3,5 persen plus minus 1," ucap Darmin.
Pencapaian laju inflasi yang rendah, kata Darmin, dikarenakan gejolak harga pangan yang dapat dikendalikan dan bertambahnya jumlah Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
"Memang ada administered price yang cukup tinggi, tapi inflasi inti tetap terjaga dan gelojak harga pangan cukup rendah," ucap Darmin.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen, dimana 50 kota mengalami inflasi an 32 kota mengalami deflasi.
Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengatakan, inflasi tertinggi terjadi di Tual sebesar 1,59 persen dan terendah di Mamuju dan Depok sebesar 0,01 persen.
"Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Manado sebesar 1,04 persen dan terendah terjadi di Tembilahan sebesar 0,01 persen," papar Kecuk.
Menurutnya, tingkat inflasi tahun kalender atau periode Januari-September 2017 sebesar 2,66 persen dan secara tahun ke tahun sebesar 3,72 persen.
"Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya beberapa indeks kelompok pengeluaran," tutur Kecuk.