TRIBUNNEWS.COM, BANGKALAN - Pemerintah Daerah Jawa Timur melalui Dinas Lingkungan Hidup akan mendorong Desa Labuhan, Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan menjadi desa pertama di Madura yang terlibat dalam Program Kampung Iklim (Proklim).
Keberhasilan konservasi dan rehabilitasi kawasan mangrove Desa Labuhan menjadi salah satu faktor kuat untuk mendukung desa tersebut berpartisipasi dalam gerakan nasional pengendalian perubahan iklim berbasis komunitas untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
"Kami mendorong Labuhan untuk diusulkan menjadi desa atau kampung iklim. Kawasan mangrove lebih efektif sekitar 5% dalam menyerap emisi karbon dibandingkan kawasan hutan lain," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Timur, Diah Susilowati saat Sosialisasi dan Penyuluhan Lingkungan di Taman Pendidikan Mangrove (TPM), Labuhan Bangkalan, Selasa (24/10).
Diah mengatakan, warga dalam Kampung Iklim akan diberdayakan secara ekonomi dengan mengedepankan aspek lingkungan, seperti penanaman mangrove yang telah dilakukan warga Labuhan.
Selain itu, pengelolaan sampah didorong menjadi biogas, membentuk embung (waduk) guna meningkatkan cadangan air, atau peningkatan kapasitas warga sekitar agar berupayaa menjaga lingkungan dan kebersihan. Jika sudah masuk Proklim, sumbangan suatu desa terhadap pengurangan efek GRK bisa dihitung dengan pasti.
Saat ini belum ada satu desa di Madura yang mendapat status kampung iklim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Bahkan untuk level provinsi Jawa Timur saja baru ada beberapa seperti desa di Bojonegoro, Blitar dan Malang.
Prolim telah diluncurkan sebagai gerakan nasional pada Desember 2016. Program yang telah dilaksanakan sejak 2012 bertransformasi dari memberikan apresiasi terhadap wilayah administratif paling rendah setingkat RW/dusun dan paling tinggi setingkat kelurahan/desa, menjadi mendorong dan memfasilitasi tumbuhnya Kampung Iklim melalui pengayaan inovasi program adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim yang dilaksanakan secara kolaborasi antara pemerintah dengan “nonparty stakeholder”.
General Manajer PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) Kuncoro Kukuh mengatakan PHE WMO berkomitmen untuk mendukung pembentuan Proklim di Labuhan karena perusahaan selalu mendukung Taman Pendidikan Mangrove (TPM). Penanaman mangrove dan cemara laut di Labuhan telah menghasilkan 839,24 Ton CO2eq serapan karbon per tahun.
“Secara keseluruhan, pengelolaan area konservasi mangrove di Labuhan ini sudah sangat bagus. Diharapkan program mangrove akan bermanfaat tidak hanya warga sekitar tapi masyarakat umum. Mangrove juga tidak hanya cegah abrasi api juga bernilai ekonomi dan pariwisata," kata Kukuh.
TMP yang telah membangun kerja sama dengam 13 perguruan tinggi di Indonesia dalam pengembangan riset mangrove seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Trunojoyo, dan Universitas Trisakti Jakarta, telah berkembang menjadi sentra pemeliharaan lingkungan, sosial, maupun ekonomi masyarakat sekitar.
“Kehadiran TPM sangat membantu masyarakat sekitar. Sekarang masyarakat sadar bahwa lingkungan harus dijaga. Selain itu, masyarakat telah merasakan manfaat ekonomi dari terpeliharanya ekosistem mangrove,” tutur Sekretaris Kelompok Tani Mangrove Cemara Sejahtera, Sjahrir.
Menurut salah satu local hero Pertamina itu, pembinaan lingkungan mangrove secara langsung mengajarkan masyarakat untuk kreatif memanfaatkan potensi ekonomi sekitar.
"Saat ini masyarakat sudah ada yang mengembangkan kopi Labuhan, yakni produk kopi lokal yang dicampur dengan biji mangrove. Lalu ada budidaya kepiting soka dan pepaya celini." katanya.
Sementara sebelum ada pengembangan hutan mangrove, Desa Bangkalan kerap kali dilanda banjir rob dari laut. Namun saat ini sudah jauh membaik, bahkan ekosistem flora dan fauna semakin hidup dengan melimpahnya ikan.
Hutan bakau yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi di bawah pengawasan Badan Pengelola Hutan Mangrorve (BPHM) Wilayah I Bali itu kini menjadi salah satu destinasi wisata di pesisir utara Pulau Madura.
Pada hari libur, ratusan pengunjung dari berbagai daerah, berdatangan menikmati kesejukan hutan mangrove seluas 3,5 hektare. Ada 17 jenis mangrove di area ini, antara lain Sonneratia Alba (Prapat), Rizhophora Stylosa, Stenggi, Rhizopora Apiculata, Sonneratia Alba, Rhizophora Mucronata, Ceriops Tagal, dan Avicenna Marina. Seiring dengan perkembangan ekosistem, kini hutan mangrove ini juga mulai didatangi gerombolan kera dari Desa Lembung Pesisir, Kecamatan Sepulu.
Kukuh menjelaskan saat ini PHE WMO yang meraih Proper Emas pada 2016 mendorong inovasi dengan menyinergikan kawasan bahari TPM dengan zonasi wilayah timur untuk pengembangan lingkungan dan zonasi wilayah barat untuk pengembangan ekonomi masyarakat.
“Di zona timur sudah dimulai pemeliharaan dan transplantasi terumbu karang. Selain itu juga dilakukan penguatan sinergi dengan desa-desa pesisir sekitarnya melalui program-program pengembangan ekonomi berbasis lingkungan,” katanya.
Berita Ini Sudah Dipublikasikan di KONTAN, dengan judul: Desa binaan PHE WMO diusulkan jadi kampung iklim