TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah akhirnya memutuskan impor beras dengan total volume 500 ribu ton akan dilakukan oleh Perum Bulog. Padahal sebelumnya, impor tersebut diberikan kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero).
Perubahan tersebut diumumkan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution saat membuka Rapat Koordinasi terkait Kebijakan Impor Beras bersama instansi terkait, yaitu Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog), Senin (15/1/2018) di Jakarta.
"Pemerintah mengubahnya impor beras melalui Bulog berdasarkan Perpres no. 48 tahun 2016," ujar Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (15/1/2018).
Baca: RS Siloam Perbolehkan Seorang Korban Gedung BEI Pulang
Perpres Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional menyatakan, Bulog dapat melaksanakan impor untuk menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen untuk jenis pangan pokok beras.
Darmin menjelaskan alasan Bulog ditunjuk sebagai pembeli beras khusus, karena pemerintah ingin cepat membuka keran impor. Selain itu Bulog, kata Darmin, sudah memiliki banyak rekan trader di luar negeri. "Ini harus dilakukan secara cepat, karena operasi pasar akan terus dilakukan sampai harga turun. Jadi, kami tugaskan bulog untuk lakukan impor," jelas Darmin.
Darmin memaparkan beras impor akan tiba pada pertengahan Februari 2018. Jumlah yang diminta pemerintah kepada Bulog sebanyak 500 ribu ton. "Kalau harga masih mahal akan kita teruskan impor sampai akhir Februari," papar Darmin.
Adapun kesepakatan yang dicapai dalam rapat adalah pemerintah meminta Bulog terus melakukan operasi pasar seperti yang sudah dilakukan. Pemerintah juga menugaskan Bulog untuk menyerap gabah dan beras hasil panen petani dengan fleksibilitas harga sesuai Inpres No 5 Tahun 2015 dan Permentan No 71 Tahun 2015.