Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kamar Dagang Indonesia (KADIN) khawatir status industri nasional tidak bisa berkelanjutan atau sustainable apabila industri hulu migas dan petrokimia tidak segera dibenahi pemerintah.
Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian Kadin Indonesia Johnny Darmawan menjelaskan, kekhawatiran tersebut karena saat ini produksi bahan baku petrokimia baru bisa memenuhi setengah dari kebutuhan industri dalam negeri.
"Saat ini kebutuhan bahan baku petrokimia dalam negeri mencapai 5,6 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut pemenuhan permintaan baru mencapai sekira 2,45 juta ton per tahun," ucap Johny saat ditemui di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2018).
Dengan kurangnya persediaan dalam negeri, maka dilakukanlah impor hampir sebesar 50 persen untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Baca: Satya Heragandhi Deg-degan Tunggu Hasil Investigasi Ambruknya Konstruksi LRT
"Pasar produk petromikia, dari hulu, antara, hingga hilir sangat besar. Namun, pasar domestik dikuasai produk impor. Dengan struktur seperti itu, praktis industri petrokimia nasional sulit bersaing," ungkap Johnny.
Maka tahun ini pemerintah disarankan untuk lebih fokus pada sektor petrokimia dalam penataan struktur industri nasional karena kebutuhan industri berbasis migas, plastik dan olahan kimia lainnya juga mencatatkan angka yang sangat besar.
Tidak hanya dalam penyediaan bahan baku tapi para pengusaha juga berharap adanya pasokan bahan baku murah dan suplai energi yang cukup agar dapat meningkatkan harga jual.
"Pemerintah harus menaruh perhatian khusus karena industri petrokimia sebenarnya dapat menambah devisa dari produk-produk yang dapat diekspor, serta membuka lapangan kerja yang luas," tambah Rauf Purnama, Ketua Komite Tetap Industri Kimia dan Petrokimia Kadin Indonesia ditemui di kesempatan yang sama.