Laporan Reporter Kontan, Anggar Septiadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penggunaan mata uang digital atau cryptocurrency macam bitcoin dan etherum, ripple makin meluas. Banyak negara yang merespon untuk melegalkan, meski tak sedikit yang memboikotnya.
Ekonom Universitas Indonesia Chatib Basri mengatakan, bagi para negara pemboikot memang muncul kekhawatiran atas peredaran mata uang digital yang tak dapat dikontrol bank sentral. Meski demikian menurutnya, perkembangan tersebut tak bisa dibendung.
"Bitcoin itu sumbernya dari bubble (gelembung harga), underlying asetnya tidak ada, tapi tidak bisa dilarang," katanya seusai Diskusi Ekonomi Digital: Peluang dan Tantangan di Jakarta, Senin (5/2/2018).
Perkembangan ekonomi digital, khususnya melalui perusahaan teknologi finansial (Tekfin) yang melaju pesat, jadi alasan Chatib menilai pelarangan crytocurrencyadalah sia-sia.
Baca: Celine Dion Akan Konser di Sentul 7 Juli, Hampir 10.000 Orang Siap Menonton
Ia mencontohkan sebuah perusahaan rintisan di Amerika bernama Bucket yang berbisnis mengonversi uang logam sebagai kembalian di ritel dalam bentuk voucher macam google play, maupun Apple Pay.
Oleh karenanya, alih-alih melarang ia mengapresiasi biaran Bank Indonesia untuk menerbitkan mata uang digital.
"Saya apresiasi langkah BI. Saya sadar kekhawatiran BI soal Bitcoin. Sebab melalui mata uang digital yang diciptakan kelak BI akan lebih mudah memantau, dan mengawasinya," sambungnya.
Baca: Selama Ini Menyimak Tausiahnya Via YouTube, JK Mengaku Senang Bisa Jumpa Ustaz Abdul Somad
Asal tahu saja, nama Chatib salah satu yang disebut-sebut bakal menggantikan Agus Martowardojo selaku Gubernur Bank Indonesia.
"Saya tidak menjawab soal itu, tanyakan langsung ke Presiden," ujar Chatib.
Baca: Tol Padang-Pekanbaru Tahap I Sepanjang 28 Km Mulai Dibangun Bulan Februari Ini
Sementara calon yang diduga kuat akan jadi tandingan Chatib adalah Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara dan Agus Martowardojo sebagai petahana.