TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kewajiban menanam bawang putih bagi importir bawang putih tidak efektif untuk menjaga stok bawang putih di dalam negeri. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan lahan.
Keterbatasan lahan juga menjadi salah satu penyebab belum mampunya petani bawang lokal memenuhi kebutuhan pasar lokal akan bawang putih.
Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi mengatakan, puluhan ribu lahan bawang putih kini sudah beralih ditanami tanaman lain. Hal ini terjadi bersamaan dengan banyaknya petani bawang putih yang beralih ke tanaman lain. Saat ini, lahan bawang putih diperkirakan hanya sekitar 2.000 hektar.
Baca: Gas Bumi PGN Semakin Diminati Industri Nasional
“Alih fungsi lahan bawag putih sudah banyak terjadi. Selain lahan pertanian yang menyempit, kesuburan tanah di Indonesia juga semakin menurun. Kondisi ini adalah salah satu dari banyak penyebab target swasembada menjadi tidak rasional,” tuturnya, dalam keterangan tertulis, Selasa (6/3/2018).
Selain itu, diwajibkannya importir bawang putih untuk menanam bawang putih dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap konsumen. Kewajiban ini akan membuat para importir mengeluarkan biaya ekstra. Biaya ekstra inilah yang dikhawatirkan akan berdampak pada harga jual bawang putih kepada masyarakat.
“Pemerintah jangan menghukum importir karena mereka hanya mengikuti kebutuhan pasar. Mereka tentu tidak mau menanggung lebih banyak cost dengan kewajiban ini. Maka hal ini akan berdampak pada harga jual. Lagi-lagi masyarakat yang dirugikan,” jelas Hizkia.
Lebih lanjut, Hizkia menyatakan target swasembada bawang putih pemerintah juga tidak memperhatikan kondisi petani. Padahal, lanjutnya, petani bawang dihadapkan pada semakin banyak tantangan untuk menghasilkan bawang yang bagus.
Beberapa tantangan yang dihadapi para petani bawang adalah perubahan iklim dan kurangnya pengaplikasian teknologi dalam proses menanam dan juga memanen. Padahal bawang adalah komoditi yang tergolong mudah busuk.
Kalau Indonesia tidak mau memanfaatkan kerjasama internasional, maka harga bawang putih di Tanah Air akan tetap tinggi. CIPS mendorong pemerintah untuk memanfaatkan kerjasama internasional untuk banyak hal.
Salah satunya adalah untuk penguatan kapasitas petani itu sendiri. Petani bawang seharusnya diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk belajar dari rekan-rekannya di negara penghasil bawang yang besar, seperti China, India dan Thailand. Hal ini penting untuk memaksimalkan hasil produksi bawang putih dalam negeri.
“Selain itu, harga bawang putih akan tetap mahal kalau pemerintah menutup diri dari impor. Nyatanya memang petani kita belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Kalau target swasembada tidak tercapai maka masyarakat lagi yang akan kena imbasnya karena harus membeli bawang putih dengan harga mahal,” tegas Hizkia.
Kementerian Pertanian (Kementan) menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian nomor 16 tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Permentan ini memuat klausul yaitu importir bawang putih wajib melakukan tanam di dalam negeri sebesar 5 persen dari total impor yang diajukan.