Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai PT. Freeport Indonesia (PTFI) melakukan dua pelanggaran yang berpotensi merugikan negara hingga Rp. 185 triliun tak kunjung digubris.
Anggota IV BPK RI, Rizal Djalil menyebukan dua pelanggaran PTFI. Yang pertama kawasan hutan lindung digunakan tanpa izin pinjam pakai, serta pembuangan limbah operasional merubah ekosistem alam.
Baca: Tren Kasus Kekerasan Anak di Dunia Pendidikan 2018
Rizal Djalil menunjukan kekesalannya sebab selama 333 hari, PTFI belum melakukan aksi untuk menangani masalah tersebut.
"Setelah 333 BPK beri hasil audit tidak ada tindakan signifikan dari PTFI. Action plan saja tidak," kata Rizal di Gedung BPK, Jakarta Pusat, Senin (19/3/2018).
Rizal menilai PTFI tidak memiliki itikad baik sebab tidak berusaha menindaklanjuti temua yang dipaparkan.
"PTFI tidak punya good will. Tidak ada permohonan baru untuk mengeluarkan izin hutan lindung itu. Hutan lindung langgar hukum. Kedua buang limbah di luar batas. Paling tidak BPK diberikan action plan dong," ucap Rizal.
Kerugian dari pelanggaran PTFI tercatat mencapai Rp185 triliun. Total tersebut terdiri dari penampungan tailing atau ModADA (Modelling Ajkwa Deposition Area) sebesar Rp10,70 triliun, muara sekira Rp 8,211 triliun, dan laut sekira Rp166 triliun.
Rizal mengatakan sudah komunikasikan dengan Kementerian ESDM dan Kemeneterian LHK. Namun, ia menilai belum ada tindak lanjut tegas dari temuan ini.
"Di media punishment akan dilakukan terkait administratif. Tapi baru akan harusnya diberi peringatan secara tertulis. Dipanggil dong kapan you lakukan perbaikan," tegas Rizal.
Rizal mengharapkan semua pihak perusahaan menaati peraturan yang berlaku di Indonesia, termasuk perusahaan pertambangan tanpa pengecualian.
"Kita dukung investasi dari asing tapi tolong hormati regulasi di publik ini. Jangan seolah-olah regulasi tidak dihargai dalam konteks yang berlaku. Ini berlaku umum di RI," pungkas Rizal.