Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara memprediksi neraca perdagangan Indonesia sepanjang Maret 2018 kembali defisit di kisaran 50 hingga 70 juta dolar AS.
Memang, diakui Bhima, angka tersebut relatif lebih kecil dari defisit neraca dagang pada Februari lalu yang berada di angka 120 juta dolar AS.
Dalam catatan Badan Pusat Statisik, defisit disebabkan karena surplus nonmigas, sementara sektor migas terkoreksi.
Namun dia meyakini, seiring dengan mulai meningkatnya ekspor pada periode Maret hingga April, defisit pada Maret 2018 akan cenderung lebih kecil dari bulan sebelumnya. Permintaan bahan baku dari Indonesia, kata Bhima diharapkan juga akan membaik.
Baca: Uang Yang Disetor BPJS Ketenagakerjaan Tidak Akan Hilang
“Proyeksi neraca perdagangan Maret masih defisit di kisaran 50-70 juta dolar AS. Defisitnya cenderung mengecil karena faktor musiman ekspor bulan Maret-April biasanya meningkat seiring normalisasi produksi di negara tujuan ekspor seperti China, AS, India dan Eropa,” kata Bhima kepada Tribunnews.com, Senin (16/4/2018).
Kendati kinerja ekspor diprediksi membaik tapi dari sisi impor akan terjadi lonjakan khususnya impor minyak dan gas (migas).
“Naiknya kebutuhan domestik terhadap BBM dan di sisi yang lain tren kenaikan harga minyak dunia akan membuat impor migas melanjutkan tren kenaikan,” imbuh Bhima.
Selain itu, kata Bhima, faktor pelemahan kurs rupiah pada bulan Maret 2018 juga berkontribusi terhadap lonjakan nilai impor di hampir seluruh jenis barang yakni impor bahan baku, impor barang modal dan impor barang konsumsi yang akan naik menjelang persiapan Lebaran tahun ini.
“Faktor musiman tiap Lebaran impor barang konsumsi pasti naik,” ucap dia.