Laporan Reporter Kontan, Dikky Setiawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau kepada seluruh pihak agar tak ragu melaporkan adanya dugaan penyelewengan penggunaan anggaran negara oleh penyelenggara negara.
Hal itu termasuk dugaan manipulasi realisasi sejumlah program yang tak sesuai dengan spesifikasi dalam perencanaan di Kementerian Pertanian (Kementan).
“Prinsip dasarnya penggunaan uang negara harus secara hati-hati dan sesuai peruntukan. Kalau ada penyimpangan tentu harus dipertanggungjawabkan,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan di Jakarta, Jumat (20/4/2018).
Hal ini disampaikan Febri menanggapi perihal program wajib tanam bawang putih bagi importir yang diduga berpotensi unsur manipulasi.
Selain program wajib tanam, dugaan penyelewengan lainnya berkaitan pengadaan bibit dan penyaluran alat mesin pertanian (alsintan) yang tidak tepat sasaran, dan memicu banyak protes dari petani dan sejumlah pihak lainnya.
“Jika ada informasi dugaan tindak pidana korupsi, silahkan dilaporkan pada penegak hukum,” tegasnya.
Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Yudi Ramdhan, mengaku, akan menelaah informasi terkait dengan masalah potensi kerugian negara dalam program pertanian.
“BPK sederhana saja, kita harus menunggu hasil pemeriksaan BPK. Artinya, kami perlu cari tahu, cari informasi ke unit yang melakukan pemeriksaan apakah memang masalah itu sedang atau tengah diperiksa,” tuturnya.
Ia menjelaskan, terkait pemeriksaan keuangan, pihaknya lebih menilai kewajaran atas pencatatan pelaporan pengelolaan keuangan termasuk subsidi pertanian.
“Yang jelas komunikasi kami dengan DPR sangat baik. Jadi kita selalu berkomunikasi baik itu penyerahan laporan tiap semester, juga kalau ada permintaan,” tandasnya.
Baca: Suprapto, Penggila Moge yang Jatuh Cinta Pada Honda Gold Wing
Baca: BMW HP4 Race, Moge Spesial untuk Lintasan Balap, Indonesia Cuma Dapat Jatah Satu Unit!
Dugaan adanya potensi merugikan negara, muncul dari keluhan sejumlah kelompok petani di Aceh mengaku terpaksa menjual dengan harga murah, setiap kali menerima bantuan bibit pemerintah di Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh.
"Kualitas bibit pertanian yang diberikan pemerintah, kualitasnya sangat rendah," ucap Abdurrahman (55), ketua kelompok tani di Babussalam seperti dilansirAntara.
Abdurrahman mencontohkan, bantuan bibit jangung terakhir kali diterima kelompok taninya lewat Dinas Pertanian setempat di tahun 2016. Namun, hasil panen jagung pipilan merosot tajam.
"Sebagai petani, kita tak mau korbankan tiga bulan demi hasil panen jagung merosot. Belum lagi harga jualnya. Secara langsung, bantauan bibit itu merugikan kita," tegasnya.
Senada, Aman Wulan (45), ketua kelompok tani setempat lain mengatakan, bantuan semula diharapkan bisa mensejahterakan petani di Aceh Tenggara, malah sebaliknya yakni merugikan.
Ia mengaku, tahun lalu kelompok taninya menerima bantuan bibit jagung bermerk "Biji 2" dari pemerintah. Setelah d tanam, ternyata tidak memiliki kualitas dan hasil produksi anjlok.
Anggota DPRD Kalimantan Tengah Syahrudin Durasid mengaku menerima keluhan dari petani di Desa Mentaya Seberang, Kabupaten Kotawaringin Timur yang menyebut alat dan mesin pertanian yang disediakan dan disalurkan pemerintah tidak tepat sasaran.
Informasinya, Pemerintah pernah menyalurkan alsintan ke Desa tersebut namun penerimanya justru bukan yang bekerja sebagai petani.
"Sudah alsintan tidak tepat sasaran, pendamping petani pun sampai sekarang belum ada di desa tertua di Kabupaten Kotim Ini. Padahal 80% masyarakatnya bekerja sebagai petani," kata Syahrudin di Palangka Raya.
Audit BPK
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sendiri juga mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit Kementerian Pertanian untuk sejumlah program yang dijalankannya. Di antaranya program wajib tanam bawang putih 5% buat para importir.
Anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto pun mempertanyakan kerja Kementerian Pertanian, apakah tegas melakukan cek dan ricek soal laporan realisasi wajib tanam.
Ia khawatir jika sampai terbukti ada manipulasi atau laporan fiktif dari ketentuan wajib tanam tersebut, bisa mengindikasikan inspektorat dan dirjen tidak melakukan pengawasan.
"Kami mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera melakukan audit di Kementerian Pertanian," ucapnya, beberapa waktu lalu .
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV dengan Kementerian Pertanian menyebutkan, rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan mencapai hampir satu juta ton untuk tahun 2017.
Dari jumlah tersebut, sekitar 9.800 RIPH dikeluarkan. Realisasinya sendiri kurang lebih 50%-nya, atau sekitar 490.000 ton impor bawang putih.
"Namun jika dikatakan dari 490.000 ton bawang putih yang dihasilkan dari 5% wajib tanam oleh importir, itu hanya sekitar 1.000-an RIPH. Artinya, tahun 2018 ini tidak boleh keluar lagi RIPH karena banyak importir yang belum menanam bawang putih," kata anggota Komisi IV DPR RI Sudin.