Laporan Wartawan Brian Priambudi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I tahun 2018. BPS menyebutkan di periode tersebut perekonomian RI tumbuh 5,06 persen secara year-on-year jika dibandingkan periode yang sama tahun 2018.
Di kuartal I tahun 2017 ekonomi RI tumbuh 5,01 persen.
"Dengan berbagai peristiwa di dalam maupun di luar negeri, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 sebesar 5,06 persen, lebih bagus dibanding kuartal I-2017 sebesar 5,01 persen," kata Kepala BPS Suhariyanto saat rilis data terbaru Produk Domestik Bruto (PDB) Kuartal I-2018 dikantornya, Senin (7/5/2018).
Suhariyatno mengatakan pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 secara umum didukung oleh peningkatan harga komoditas sektor migas dan non-migas di pasar Internasional.
Baca: Mardani Ali Sera: Insyaallah Kami Akan Terus Teriak 2019 Ganti Presiden
Kondisi perekonomian global turut menopang pertumbuhan ekonomi RI di kuartal I, walaupun laju pertumbuhannya lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya.
Faktor lain yang mendukung pertumbuhan ekonomi juga dapat dilihat dari nilai ekspor kuartal I-2018 yang mencapai 44,26 miliar dollar AS atau tumbuh mencapai 8,78 persen dibanding kuartal I-2017.
Namun Ia mengatakan Indonesia juga melakukan impor dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan ekspor yang menyebabkan defisit neraca perdagangan.
"Tapi, nilai impornya lebih tinggi, mencapai 43,98 miliar dollar AS atau naik 20,12 persen dibanding kuartal I 2017. Itulah yang menyebabkan Januari dan Februari defisit neraca perdagangan," ujarnya.
Di sisi lain, selama kuartal I-2018 tingkat inflasi masih terjaga pada angka 3,40 persen (year-on-year) dibandingkan Maret 2017.
Peningkatan realisasi pelaksanaan APBN, seperti realisasi belanja pemerintah sebesar Rp 419,06 triliun atau tumbuh sebesar 18,87 persen dari pagu 2018 yang sebesar Rp 2.220,70 triliun.
Jika dibandingkan dengan kuartal I-2017, realisasi belanja pemerintah hanya Rp 400,4 triliun atau sebesar 18,75 persen dari pagu 2017 sebesar Rp 2.133,30 triliun.
"Kenaikan realisasi belanja pemerintah berasal dari realisasi kenaikan belanja pemerintah pusat, termasuk bantuan sosial," ujar Suhariyanto.