TRIBUNNEWS.COM, NATUNA - Lima pekerja terlihat sibuk mengangkat ikan-ikan ke dalam lemari pendingin di PT Neptuna Dwindo Matrina yang berada di kawasan Selat Lampa Kabupaten Natuna, Selasa (29/10/2018).
Pekerja lain juga tampak lebih sibuk menyiapkan potongan-potongan es untuk mengawetkan ikan yang baru saja disetor oleh nelayan.
Selama puasa Ramadhan, aktivitas mengawetkan ikan tetap tinggi. Pekerjaan mereka justru semakin bertambah.
Mereka bersyukur, bertambahnya pekerjaan berarti ada tambahan pemasukan. Mereka senang, pabrik es dan pengawetan ikan lebih stabil operasionalnya setelah PLN memasok kebutuhan listrik di perusahaan tersebut.
Bisnis perikanan selama ini memang menjadi tulang punggung perekonomian di kawasan Natuna.
Baca: Waduh! Kredit Macet SNP Finance di Bank Mandiri Sundul Rp 1,4 Triliun
Masyarakat sangat tergantung dengan sektor ini. Sebagaimana diketahui, bahwa pemerintah menetapkan Natuna sebagai salah satu sentra perikanan nasional.
Potensi ikan yang cukup besar di kawasan ini memungkinkan masyarakat Natuna bisa meningkatkan taraf perekonomiannya.
Namun upaya peningkatan taraf ekonomi masyarakat lewat perikanan selama ini kerap menghadapi kendala karena kurangnya suplai listrik. Kondisi tersebut membuat banyak nelayan dan pengusaha perikanan mengalami kesulitan mengawetkan ikan-ikan yang ditangkap.
Ikan cepat membusuk dan memaksa mereka membuang ikan yang telah diperoleh.
Namun kurangnya pasokan listrik di Natuna mungkin tinggal cerita, seiring dengan langkah PT PLN yang menjalankan program Natuna Terang.
Melalui program ini, PT PLN mengaliri listrik di 13 desa di Kepulauan Natuna.
Pada program ini PLN juga meningkatkan jam nyala listrik menjadi 24 jam penuh di enam lokasi.
Pemilik PT Neptuna Dwindo, Wandi (26) menuturkan, masuknya listrik dari PLN yang menyuplai perusahaannya membantu mengurangi biaya operasional.
Baca: Rupanya Ini Otak di Balik Penculikan Anak Jaksa yang Gemparkan Warga Kota Kupang
Selama ini dia menggunakan genset dan menghabiskan biaya hingga Rp 150 juta per bulan. Namun dengan masuknya listrik dari PLN, Wandi hanya mengeluarkan dana Rp 50 juta per bulan.
"Kapasitas produksi es juga lebih banyak, karena prosesnya lebih cepat. Selain itu, masuknya listrik PLN ini membuat kami tidak terlalu repot untuk menjaga genset," kata
Wandi. Turunnya biaya produksi ini juga berdampak pada es yang dijual ke nelayan. Menurut Wandi, sebelumnya harga jual es ke nelayan Rp 100.000 per 100 kg.
Namun dengan masuknya listrik PLN, harga jualnya turun menjadi Rp 70.000 per 100 kg.
Masuknya listrik dari PLN selain dinikmati pengusaha perikanan, juga dirasakan masyarakat di berbagai pulau di Kabupaten Natuna. Mereka tak lagi merasa kesepian dengan masuknya listrik dari PLN.
Seperti diutarakan Yanti (25) yang tinggal di Pulau Sabang Mawang, bahwa listrik yang menyala selama 24 jam membuat dia makin betah di rumah. Dia bisa menikmati hiburan televisi lebih lama.
Selama ini, dia hanya bisa menikmati tayangan televisi hanya sekitar 6 jam saat listrik menyala. Listrik tersebut dipasok oleh warga setempat.
"Lebih senang ya, karena bisa lihat televisi. Selama ini hiburan kami ya cuma main ke laut," kata Yanti.
Kisah lainnya diungkapkan Wanzaimah (42) yang berprofesi sebagai penjahit. Sebelumnya dia menggunakan listrik dari Perusahaan Daerah (Perusda) dan harus membayar Rp 150.000 - Rp 400.000 per bulan untuk listrik yang belum menyala 24 jam.
“Alhamdulilah, sangat senang sekali. Siang hari kita bisa bikin apa saja untuk membantu keluarga. Kalau malam ndak capai lagi menjahit pakai kaki,” ujar Wanzaimah (42), warga Desa Tanjung Kumbik.
Direktur Regional Sumatera PLN Wiluyo Kusdwiharto mengatakan program ini digelar dalam rangka untuk memasok listrik di pulau-pulau terdepan, terluar, dan tertinggal yang ada di Provinsi Kepulauan Riau. "Agar industri bisa berkembang serta untuk tingkatkan perekonomian," ujarnya.
Penulis : Bambang Priyo Jatmiko
Artikel ini tayang di Kompas.com dengan judul: Senyum Warga Kepulauan Natuna setelah Listrik PLN Masuk