TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM), Sudarto meminta pemerintah secara komprehensif menyelesaikan masalah terkait nasib para pelinting di pabrik sigaret kretek tangan (SKT).
Satu di antara masalah yang dihadapi saat ini adalah belum tersedianya lapangan pekerja pengganti untuk pelinting menyusul penutupan pabrik yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Sudarto menilai para pelinting pun sulit bersaing jika harus beralih ke lapangan pekerjaan baru.
"Karena pendidikan dan keterampilan terbatas, mereka tidak bisa begitu saja pindah kerja ke sektor lain atau bersaing dengan pencari kerja di sektor lain. "Negara perlu hadir untuk mereka," ujarnya dalam keterangan yang diterima, Rabu (4/7/2018).
Dia meminta pemerintah untuk melihat permasalahan ini dari akarnya, yaitu berkurangnya pabrik SKT.
Disebutkan, dalam rentang 2006-2016, sedikitnya 3.100 pabrik tutup dan 32.000 pekerja di PHK.
"Sebagian besar dari mereka adalah pelinting. Sebab, hampir seluruh pabrik yang ditutup merupakan pabrik sigaret kretek tangan (SKT). Data jumlah pekerja yang diberhentikan dikhawatirkan lebih banyak. Sebab, ada sejumlah pabrik yang tidak tergabung di asosiasi dan data mereka tidak terpantau," kata dia.
Lantaran karakter produknya, konsumsi SKT butuh waktu lebih lama dibandingkan konsumsi sigaret kretek mesin (SKM).
Padahal, berbagai regulasi mendorong waktu konsumsi rokok semakin singkat. Akibatnya, semakin banyak orang beralih ke SKM dan SKT ditinggalkan. (*)