News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat: Relaksasi LTV Bisa Memicu Pertumbuhan Kredit Macet

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dari sekitar hampir 800an unit rumah tapak yang dibangun pengembang di Tanjung Selor, lebih dari separuh sudah diselesaikan dan bakal diserahkan kepada pemiliknya.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana Bank Indonesia untuk merelaksasi aturan Loan to Value ( LTV) sektor properti, perlu dikaji ulang.

Pasalnya, langkah ini dikhawatirkan dapat mendorong pertumbuhan kredit macet atau Non Performing Loan (NPL).

Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar menilai, setiap masyarakat yang ingin membeli properti perlu dan diwajibkan menyetor uang muka.

Hal ini untuk memastikan kemampuan seseorang dalam melunasi kewajiban kredit yang mereka ajukan dari perbankan.

"Karena pada prakteknya, yang namanya pembiayaan itu tetap harus prudent. Dia tidak bisa dijadikan satu instrumen populis. Kalaupun mau dikurangi seminimalnya 1 persen. Itu masih terjangkau," kata Jehan kepada Kompas.com, Selasa (3/7/2018).

Namun, sebaliknya, BI justru memberikan kebebasan kepada perbankan untuk mengatur rasio LTV kredit properti dan fasilitas pembiayaan rumah pertama untuk semua tipe.

Bahkan, calon pembeli rumah pertama bisa mengajukan permohonan kredit dengan rasio uang muka kecil hingga tanpa uang muka sekalipun, atau down payment (DP) 0 persen.

"Itu dari sisi pembiayaan tidak tepatlah. Kalaupun mau dikurangi itu ya 4-5 persen, paling rendah 1 persen," kata dia.

Dengan uang muka paling tidak 1 persen saja, Jehan menambahkan, hal itu juga sekaligus membantu sektor perbankan melakukan sekuritisasi.

Sebagai contoh, bila harga rumah Rp 150 juta, paling tidak masyarakat perlu menyiapkan uang muka Rp 1.500.000 bila besaran DP yang diatur 1 persen. Jumlah tersebut, menurut dia, tidak akan memberatkan masyarakat dalam menyiapkannya.

"Misalnya 1.000 orang mengajukan KPR, dikali Rp 1.500.000, maka bank nyimpen DP Rp 1,5 miliar kan. Padahal pelaksanaannya bisa ratusan ribu, bahkan jutaan (pengajuan KPR)," kata Jehan.

"Dari 1.000 orang yang mengajukan KPR untuk sekuritisasi, apakah 1.000 orang itu akan nunggak semuanya? Kan enggak. Paling 1-2 persen yang nunggak. Rp 1,5 miliar sangat berarti bagi perbankan untuk menutupi yang nunggak ini," tutur dia.

Selain itu, kewajiban uang muka juga dapat menjadi ranah untuk mengedukasi masyarakat ketika ingin mengajukan permohonan kredit perumahan.

"Kalau mau kredit, ya DP dong. Jangan semuanya dicicil. Walaupun 1 persen itu juga enggak logis," tutupnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Relaksasi LTV Dikhawatirkan Dorong Pertumbuhan Kredit Macet"

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini