Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri PPN)/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, saat ini belum ada konsep pembangunan ekonomi inklusif yang disepakati secara nasional. Masing-masing organisasi internasional juga memiliki konsep berbeda.
Asian Development Bank (ADB) misalnya, menjelaskan pertumbuhan ekonomi inklusif ditopang oleh tiga pilar. Yaitu, pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan untuk menciptakan serta memperluas peluang ekonomi.
Kemudian, perluasan akses untuk menjamin masyarakat dapat berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari pertumbuhan, serta jaring pengaman sosial untuk mencegah kerugian ekstrim.
Baca: Ditanya Apakah Akan Maju di Pilpres 2019, Ini Jawaban Anies Baswedan
Sementara World Economic Forum (WEF) mendefinisikan ekonomi inklusif sebagai suatu strategi untuk meningkatkan kinerja perekonomian dengan perluasan kesempatan dan kemakmuran ekonomi, serta memberi akses yang luas pada seluruh lapisan masyarakat.
Baca: Ratusan Polisi Tutup Paksa Jalan di Pakuhaji, Tangerang, Warga Teriak Minta Tolong ke Jokowi
Namun konsep ekonomi pembangunan ekonomi inklusif yang telah dikeluarkan berbagai institusi internasional, kata Bambang, belum mencerminkan tujuan pembangunan Indonesia secara spesifik karena tidak adanya fokus kepada isu ketimpangan serta beberapa indikator yang tidak selaras dengan indikator pembangunan Indonesia.
"Karena itu, kita kemudian menginisiasi Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif Tingkat Nasional Tahun 2011-2017," ujar Bambang di Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Bambang mengatakan, Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif Tingkat Nasional Tahun 2011-2017 terdiri dari tiga pilar, yang meliputi pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan, serta perluasan akses dan kesempatan.
Baca: Netizen Mendoakan Fahri Hamzah Diangkat Jadi Menteri Hukum dan HAM
Untuk pilar pertama, yaitu pertumbuhan ekonomi, DKI Jakarta mendapatkan indeks tertinggi sebesar 6,58, sedangkan provinsi dengan nilai indeks terendah pada pilar pertumbuhan ekonomi adalah Papua, dengan capaian 2,99, dimana nilai indeks secara nasional untuk pilar ini sebesar 5,17.
Untuk pilar kedua, yaitu pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan, lagi-lagi DKI Jakarta memperoleh capaian tertinggi dengan nilai 7,31.
Provinsi Papua memperoleh indeks terkecil dengan nilai 5,81. Nilai indeks secara nasional untuk pilar kedua ini adalah sebesar 6,64.
Terakhir, pilar ketiga, yaitu perluasan akses dan kesempatan, menempatkan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai provinsi dengan nilai tertinggi yaitu sebesar 6,69.
Sedangkan provinsi yang paling tidak inklusif dalam pilar ketiga ini adalah Banten dengan nilai 4,03. Nilai indeks secara nasional untuk pilar ketiga adalah 5,05.
Saat ini, selain sedang dilakukan penyusunan dashboard Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif Tingkat Nasional, Bappenas juga tengah mengembangkan Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif untuk Tingkat Kabupaten/Kota.