TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada A Tony Prasetiantono, menilai diversifikasi negara tujuan dan komoditas menjadi kunci untuk menyiasati dampak negatif dari perang dagang Amerika Serikat dengan China.
Tony mengungkapkan, adanya perang dagang Amerika Serikat - China akan menekan neraca perdagangan Indonesia dan menjadi sentimen negatif yang menekan Rupiah.
Nilai tukar rupiah, menurut data Jisdor Bank Indonesia hari ini bergerak melemah 64 poin menjadi Rp14.546 dibanding posisi sebelumnya Rp14.482 per dolar AS.
Sementara, neraca perdagangan pada Juni 2018 mengacu data BPS tercatat surplus 1,74 miliar dolar AS. Namun, neraca dagang secara secara keseluruhan pada semester pertama tahun ini masih defisit sebesar 1,02 miliar dolar AS.
“Perang dagang pada dasarnya lebih berbahaya karena akan menekan neraca perdagangan Indonesia menjadi lebih sulit, dengan adanya proteksionisme dan pengenaan tarif maka trade war itu dampaknya negatif,” kata Tony di Gedung Bursa Efek Indonesia, Sudirman, Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Menurutnya, saat ini struktur ekspor Indonesia belum terdiversifikasi dan masih cenderung mengandalkan ekspor yang berbasis sumber daya alam mentah. Tony juga mendorong agar pemerintah bisa meyakinkan investor untuk menanamkan modal dalam jangka panjang di Indonesia.
“Ini menjadi tugas besar pemerintah bagaimana supaya rupiah lebih rendah volatilitasnya. Bagaimana arus modal masuk yang kebanyakan jangka pendek menjadi jangka panjang,” tutur Tony.