Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Bank Indonesia terus mengupayakan agar defisit transaksi berjalan atau current account defisit berada di bawah 3 persen PDB hingga akhir tahun ini.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, BI dan pemerintah sudah menyiapkan langkah strategis untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan.
Seperti diketahui, defisit transaksi berjalan tercatat naik menjadi 8,0 miliar dolar AS atau 3,0 persen PDB pada triwulan kedua 2018.
Posisi ini lebih tinggi dibandingkan dengan defisit pada triwulan sebelumnya sebesar 5,7 miliar dolar AS atau setara 2,2 persen PDB. Adapun, hingga semester pertama, defisit transaksi berjalan sebesar 2,6 persen PDB.
Peningkatan defisit transaksi berjalan dipengaruhi oleh tingginya kenaikan impor baik bahan baku, barang modal dan barang konsumsi sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi domestik, yang melebihi dari kenaikan ekspor.
“Ke depan, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan akan tetap baik dengan defisit transaksi berjalan yang dalam batas yang aman dan dapat menopang ketahanan sektor eksternal,” kata Perry, Rabu (15/8/2018) di Gedung Bank Indonesia, Jakarta.
Baca: Power Suzuki Satria FU Edisi Spesial Kalahkan GSX R150
Bank Indonesia, tutur Perry merespons upaya mengendalikan defisit transaksi berjalan dengan menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,5 persen dari sebelumnya 5,25 persen dalam RDG bulanan.
Kebijakan menaikkan suku bunga tersebut lantaran mempertimbangkan ketidakpastian ekonomi global seperti prakiraan kembali dinaikkan suku bunga The Fed hingga akhir tahun, perang dagang, hingga risiko rambatan dari gejolak ekonomi di Turki.
“BI dan pemerintah sepakat menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat lebih rendah lagi, di bawah 3 persen untuk lebih aman,” jelas Perry.
Di samping pengendalian sisi permintaan termasuk melalui kebijakan moneter, penurunan defisit transaksi berjalan juga didukung oleh langkah-langkah Pemerintah dalam mendorong ekspor dan pariwisata serta untuk mengendalikan impor, termasuk penundaan proyek-proyek yang mempunyai kandungan impor yang tinggi.