Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo memanggil sejumlah menteri ekonomi, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membahas kondisi perekonomian Indonesia saat ini.
Salah satu yang dibahas terkait nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pposisi rupiah hari ini berada di kisaran Rp 14.800-an per dolar AS.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, pergerakan nilai tukar rupiah saat ini terkena sentimen global, seperti krisis mata uang di Argentina yang terkadang dikombinasikan dengan negara lain.
"Karena situasi di sana belum akan selesai maka kita harus antisipasi bahwa tekanan ini akan terus berlangsung," ujar Sri Mulyani di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/8/2018).
Untuk menekan imbas kondisi eksternal, kata Sri Mulyani, pemerintah bersama otoritas moneter dan OJK bersinergi dalam menjaga kondisi nilai tukar, pasar surat berharga, hingga sektor riil.
Baca: Dul Berharap Maia Estianty dan Mulan Jameela Saling Membuka Diri
"Untuk saat ini fokus pemerintah masih tetap untuk bagaimana mengurangi sentimen yang berasal dari neraca pembayaran, seperti diketahui selama ini yang disebut sebagai salah satu sumber sentimen dari perekonomian Indonesia adalah kondisi dari transaksi berjalan dan neraca perdagangan," paparnya.
Dalam menjaga neraca perdagangan tetap baik, dari kebijakan jangka pendek yaitu melakukan pengendalian dari sisi kebutuhan devisa dan telah disepakati secara bersama agar memilah komoditas yang selama ini diimpor.
Baca: Jose Purnomo Akhirnya Akui Pacari Angel Karamoy, Tapi Tak Jelaskan Alasannya
"Kita akan melihat dan sudah mengidentifikasi sekitar 900 komoditas impor untuk melihat yang mana yang bisa diproduksi dalam negeri, kami sebetulnya mengharapkan situasi seperti ini dimanfaatkan industri dalam negeri yang bisa mensubstitusi impor dan ini terus kita koordinasikan," papar Sri Mulyani.
Selain itu, dari sisi kebutuhan devisa yang dilakukan oleh PT Pertamina dan PLN, menurut Sri Mulyani, dilakukan evaluasi kebutuhan mata uang asing kedua BUMN tersebut yang dapat ditunda dan jikapun tidak bisa maka dipikirkan agar suplai dolarnya tidak berpengaruh ke pasar.
"Jadi itu dilakukan memang secara intervensi khusus oleh pemerintah karena market pada saat ini dianggap terlalu sensitif terhadap tiap pergerakkan seberapa pun kecilnya," ujarnya.
"Kita juga akan bersama-sama dengan Bank Indonesia dan OJK melalui forum KSSK akan terus meneliti dan memonitor secara detail tingkah laku dari para pelaku pasar mana-mana yang memang membutuhkan transaksi yang sifatnya legitimate, mereka membutuhkan untuk keperluan industrinya atau transaksi yang tidak legitimate," sambungnya.