News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gejolak Rupiah

Faizal: Gejolak Nilai Tukar Rupiah Masih dalam Batas Kewajaran 

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi rupiah.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang mendekati psikologis baru, Rp15 ribu, dinilai aktivis dari Progres 98 Faizal Assegaf masih dalam batas kewajaran.

"Masalah rupiah menjadi tanggungjawab negera dan seluruh rakyat. Hanya para pengkhianat yg bernafsu ekonomi nasional hancur. Sampai sejauh ini, gejolak rupiah masih dalam batas kewajaran, badai pasti berlalu," tutur Faizal lewat akun Twitternya.
 
Menurutnya, kondisi ekonomi Indonesia saat ini masih jauh lebih baik ketimbang saat krisis 1998.  

Baca: Pembegal Shanda Puti Denata Diungkap Berbekal Rekaman CCTV

Saat krisis 1998, hampir seluruh indikator ekonomi Indonesia menunjukkan kondisi yang tidak baik. Contohnya, pertumbuhan ekonomi yang minus dan inflasi yang melambung tinggi.

Pertumbuhan pada tahun 1998 minus 13,1%. Nilai tukar rupiah mencapai Rp 16.650 per dolar padahal IHSG pada saat itu hanya 256. Di 2018, ekonomi terus tumbuh menjadi 5.7%.  

Saat 1998 cadangan devisa Indonesia hanya US$ 17,4 miliar dollar dan kredit bermasalah atau Nonperforming Loan (NPL) luar biasa tinggi hingga 30%.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku heran dengan sejumlah pihak yang membandingkan kondisi pelemahan rupiah saat ini dengan krisis ekonomi tahun 1998. Meski nilai tukar rupiah sama-sama tembus Rp 14.800 per dollar Amerika Serikat, namun ia menegaskan bahwa kondisinya jauh berbeda. 

"Jangan dibandingkan Rp 14.000 sekarang dengan 20 tahun lalu," kata Darmin usai rapat membahas pelemahan rupiah yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/9). 

Darmin memastikan, fundamental ekonomi Indonesia masih kuat. Berbagai kebijakan yang selama ini diambil tetap akan dipertahankan.

Hanya saja, pemerintah akan melakukan perbaikan di beberapa sektor, salah satunya transaksi berjalan yang kini mengalami defisit. 

"Kelemahan kita hanya transaksi berjalan yang defisit 3%. Lebih kecil dari 2014, 4,2 persen. Masih lebih kecil dari Brasil, Turki, Argentina. Tolong membacanya, membandingkannya yang fair," tambah dia. 

Chief Market Strategist FXTM Hussein Sayed menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah ini bukan karena faktor dari dalam negeri tetapi lebih terserah karena faktor eksternal.

"Aksi jual lira Turki dan peso Argentina sangat berperan pada depresiasi drastis rupiah," jelas dia.

Saat ini memang Turki dan Argentina tengah masih dalam fase ketidakpastian ekonomi. Hal tersebut membuat investor melepas aset-aset beresiko seperti mata uang di negara berkembang termasuk rupiah.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara pun mengatakan bahwa seharusnya pelemahan rupiah ini tidak perlu ditakutkan karena stabilitas ekonomi dan keuangan bisa terjaga dengan baik.

"Likuiditas terjaga baik, non performing loan (NPL) di perbankan Indonesia bahkan menurun dibandingkan 2015 dari 3,2 persen menjadi 2,7%." kata Mirza.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini