Laporan Reporter Kontan, Abdul Basith
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tekanan pada nilai tukar rupiah diyakini bakal berefek pada pinjaman proyek infrastruktur. Ekonom meyakini, pinjaman untuk proyek infrastruktur akan semakin sulit mengingat lantaran rupiah melemah.
Meski ada penjaminan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI), uutang luar negeri dinilai akan memberatkan keuangan negara.
"Persoalan sekarang kita menghadapi tekanan dari nilai tukar diantaranya karena beban utang," ujar Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, Minggu (9/9/2018).
Sementara itu, investasi dalam negeri, kata Enny tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan proyek infrastruktur. Oleh karena itu Enny bilang perlu ada restrukturisasi untuk proyek infrastruktur.
Hal itu membutuhkan kajian yang komperhensif dengan melihat biaya serta nilai yang didapat dari proyek tersebut. Beberapa proyek dinilai bisa dilakukan penjadwalan ulang.
Baca: Terjaring Razia, ABG Ini Memohon, Pak, Tolong Jangan Telepon Orangtua, Saya Pulang Sekarang
"Tol Trans Sumatra mungkin bisa dievaluasi dulu, bukan tidak jadi tapi reschedule," terang Enny.
Baca: Kusnan Tewas Tenggelam Usai Jalani Terapi di Pantai Bahtera Pademangan
Sementara untuk proyek Light Rail Transit (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek) dinilai sudah lebih dari 50%. Penjadwalan ulang dikhawatirkan akan membuat proyek tersebut mangkrak.
Baca: Terimbas Pelemahan Rupiah, Batik Air Atasi Kenaikan Biaya Sewa Pesawat dengan Naikkan Tarif Tiket
Enny bilang pemerintah perlu melakukan kajian terhadap nilai yang akan didapat dari proyek tersebut. Hal itu akan menarik investor bekerja sama melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Selain itu proyek yang diperintahkan untuk mendapatkan penjaminan dari BUPI adalah proyek listrik yang dikerjakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN/Persero). Enny bilang pembelian listrik dari pihak swasta perlu diperhitungkan untuk efisiensi PLN.