Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Badan Pusat Statistik menyatakan neraca perdagangan Indonesia pada Agustus kembali mengalami defisit sebear 1,02 miliar dolar AS. Angka tersebut relatif rendah dari periode Juli sebesar 2,03 miliar dolar AS.
Defisit neraca perdagangan pada Agustus dipicu oleh defisit di sektor minyak dan gas sebesar 1,66 miliar dolar AS kendati sektor nonmigas surplus 0,64 miliar dolar AS.
Seperti diketahui, pada Agustus, nilai ekspor mencapai 15,82 miliar dolar AS atau menurun 2,90 persen dibanding ekspor Juli 2018. Sedangkan, nilai impornya turun 7,97 persen dari Juli lalu menjadi 16,84 miliar dolar AS.
Menanggapi hal itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo, mengatakan kebijakan pemerintah untuk membatasi impor sudah mulai terlihat dampaknya.
Namun, menurutnya, kebijakan pembatasan impor tersebut punya jangka waktu panjang.
“Kebijakan kemarin ke impor sudah mulai terlihat dampaknya tentunya masih akan bertahap karena kita melihat kebijakan seperti itu punya periode menengah panjang,” kata Dody, Senin (17/9/2018) saat acara forum Merdeka Barat 9 di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta.
Baca: Indonesia Dorong Pembahasan Pembangunan Infrastruktur di Negara Berkembang
Dody menambahkan, menurutnya yang terpenting sekarang adalah melihatnya dari sisi tekanan ke Rupiah terhadap neraca perdagangan lebih membaik, sebabnya, angka defisit neraca perdagangan Agustus lebih rendah dari bulan sebelumnya. “Kecuali estimasi pasar lebih rendah defisitnya,” imbuhnya.
Menurutnya, pemerintah juga terus berupaya untuk menggenjot ekspor lebih tinggi lagi, terutama di sektor manufaktur untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan.
“Harusnya dngam dorongan rupiah yang sudah terdepresiasi bisa jadi faktor untuk kompetitif kita di sisi ekspor,” jelasnya.