TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagian orang kerap mengalami disorientasi tentang makna hidup dan apa yang sebenarnya sedang dikejar saat mereka meniti karier atau merintis bisnis hingga sukses dari sisi materi.
Mereka yang bekerja dan menyandang status sebagai pegawai, kerap terjebak dalam rutinitas harian yang kadang menjemukan, dan membuatnya menjadi seperti 'robot'.
CEO Kubik Leadership, Jamil Azzaini menilai, fenomena semacam itu terjadi karena orang tidak memiliki visi yang jelas dan terang tentang hidup dan masa depan yang dijalaninya.
Berbicara di acara Public Training Kubik: Self Leadership, Leadership's Highest Calling di Jakarta, Senin (24/9/2018), Jamil mengatakan, setiap orang harus memiliki visi idealnya. "Kalau kita memiliki visi diri, kerja menjadi bergairah. Itu mempengaruhi hormon hormon dalam tubuh kita," ungkapnya.
Dia mencontohkan, rahasia sukses hidup miliarder Bill Gates, pemilik perusahaan raksasa teknologi Microsoft.
"Bill Gates hidupnya sukses dan mulia adalah karena punya value dalam hidupnya. Yakni grow dan contribute. Kalau Anda mau banyak happy, Anda harus banyak bersedekah. Bill Gates mendonasikan 30 persen kekayaannya untuk sesama," ungkapnya.
Jamil menyebutkan, sukses tertinggi yang menjadi simbol pencapaian seseorang pada hakekatnya adalah jika keberhasilan dan pencapaian yang kita raih bisa memberi manfaat pada sesama.
"Sukses mulia, terima kasih. Apa yang kita terima, sebagian kita kasih ke sesama. Sukses mulia seperti ritme langkah kaki orang berjalan. Hidup tak bisa hanya dengan raih sukses terus, tapi juga harus bisa memberi kemuliaan ke orang lain. Sukses mulia juga perlu dilatih," ungkapnya.
Jamil juga menekankan, pribadi yang tampil menjadi pemenang, selain perlu memiliki visi diri, juga harus memiliki kendali dan integritas diri.
Mengutip data DDI Global Survey atas 1.279 anggota tim pada 10 negara di Amerika, Asia, Eropa, Australia di lebih dari 20 industri mengenai persepsi anggota tim terhadap pimpinannya, didapati temuan mencengangkan.
Yakni, anggota tim tidak percaya pada kemampuan pimpinannya, anggota tim sering tersakiti dan demotivasi karena sikap yang ditunjukan pimpinannya dan anggota tim merasa pimpinannya sangat kurang memiliki kemampuan fundamental untuk memimpin seperti mendengarkan aspirasi, memecahkan masalah, memberikan feedback yang mencukupi, merekognisi kontribusi dan berbicara dengan efektif.
Survey tersebut juga mengungkap ada 39% anggota tim keluar dari pekerjaannya karena pimpinannya dan 55% anggota tim mempertimbangkan keluar dari pekerjannya karena pimpinannya.
"Ada pelajaran penting yang perlu di renungkan baik baik oleh para pimpinan, bahwa keberadaan mereka yang dikuatkan dengan Surat Keputusan ( SK) direksi tidak serta merta menjamin tim akan menerima mereka dengan baik dan mengikuti apa yang dilakukan pimpinannya," ungkap Jamil.
Faktanya, kekecewaan pada pimpinan bisa mengakibatkan tim kontraproduktif dan di tahap lebih parah banyak karyawan keluar dan memilih kerja di tempat lain.
Memahami kondisi serupa yang banyak terjadi baik di perusahaan kecil maupun besar, pihaknya menggelar training self leadership, Unlocking the Potential of Other, But it Start with You pada 24-25 September 2018.
Training selama 2 hari ini diikuti peserta dari berbagai perusahaan swasta maupun BUMN dan kementrrian.
Peserya diajak untuk menjadi pribadi dan teladan yang baik, mengambil tanggung jawab terhadap apapun yang terjadi di tim dan berani mengambil sikap tegas dan berani mengambil keputusan untuk kebaikan tim.
“Mindset pola pikir peserta kita ubah, dari yang sebelumnya mereka lebih fokus mengkoreksi tim, melakukan intervensi pada tim dan memacu semangat tim, kini mereka harus melihat terlebih dahulu diri mereka. Jangan-jangan selama ini tim tidak perform karena sikap pemimpinnya yang tidak memiliki integritas, yang hanya berfokus pada diri sendiri dan mudah menyerah menghadapi tantangan," ungkap Jamil.
Baca: Bareskrim Selidiki Penerbitan Medium Term Notes oleh SNP Finance
Dia menekankan, seorang pemimpin harus siap terus tumbuh, siap menambah kapasitas diri dan siap menjadi teladan. Untuk itu ia harus memiliki prinsip prinsip kepemimpinan yaitu visi diri, kendali diri dan Integritas diri.
Pada bagian awal training, peserta diajak menetapkan visi diri ideal.
Dengan menampilkan berbagai kisah inspiratif para tokoh, pemimpin, olahragawan, dan orang orang hebat baik dalam dan luar negeri, peserta diajak merumuskan visinya di masa yang akan datang ia ingin menjadi pemimpin seperti apa, termasuk alasan emosional mengapa ia harus mewujudkannya.
Dengan visi diri yang jelas, peserta diyakini akan menjadi pemimpin yang tidak mudah menyerah, terus berjuang sampai ia bisa menyentuh visi yang telah ia tetapkan. Anggota timnya pun melihat
'Kejelasan sikap dan tujuan yang ingin diraih pemimpin sehingga menstimuli mereka untuk bersama sama meraih tujuan yang telah ditetapkan," kata Jamil Azzaini.
Setelah itu, peserta diajak menggali permasalahan apa yang selama ini sering terjadi di perusahaan masing masing. Pada bagian ini banyak peserta yang terjebak membedakan antara masalah dan gejala.
Setelah peserta menemukan akar permasalahan, mereka ditantang menyelesaikan masalah tersebut.
Pada bagian akhir, peserta diajak melakukan refleksi diri, apakah mereka sudah memiliki Integritas atau belum. Menurut Jami, integritas mengandung makna kekonsistenan antara apa yang diyakini, diucapkan, dan dilakukan oleh seseorang.
"Sebagai pemimpin, integritas adalah sesuatu yang mutlak dimiliki. Apa yang diyakini oleh seorang pemimpin, haruslah sejalan dengan apa yang diucapkannya dan harus sejalan dengan tindakannya," tegas Jamil Azzaini.
Training ini juga diisi oleh trainer senior Kubik Leadership, Syaiful Hamdi Naumin dan trainer muda yang memiliki banyak keterampilan dan penulis buku Hope, Andra Donatta.
Training self leadership ini merupakan rangkaian publik training yang juga akan diselenggarakan di kota lain di Indonesia dan bisa juga dilakukan di perusahaan dan instansi secara in-house.