News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gejolak Rupiah

Rupiah Tembus Rp 15.000 per Dolar AS, Ini Kata Pengamat

Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang karyawan saat menghitung mata uang dalam bentuk pecahan Rp 50.000 dan pecahan Rp 100.000 di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laju kurs Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat bergerak melemah ke level Rp 15.025 per dolar AS. Sebelumnya, berdasarkan data Bloomberg, pada pembukaan perdagangan Rupiah dibuka melemah pada posisi Rp 14.945 per dolar AS.

Dengan posisi tersebut, depresiasi Rupiah sejak awal tahun menjadi 10,64 persen. Bloomberg memperkirakan, hari ini Rupiah akan melaju pada kisaran Rp 14.945 hingga Rp 15.025 per dolar AS.

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada Tony Prasetiantono, kepada Tribunnews menduga, ada dua penyebab pelemahan Rupiah yang menembus level Rp 15.000 per dolar AS.

Pertama, menurut Tony, pasar merasa sukubunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate belum cukup atraktif untuk menjadi insentif bagi investor untuk “memegang” rupiah kendati Bank Indonesia memutuskan menaikkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 26-27 September 2018.

“Jika dihitung dari level terendahnya The Fed sudah menaikkan suku bunga sampai 200 bps. Sedangkan BI baru 150 bps dari 4,25 persen ke 5,75 persen. Berarti memang perlu suku bunga yang lebih atraktif lagi,” kata Tony, Selasa (2/10/2018).

Faktor kedua, lanjut Tony adalah kenaikan harga minyak global yang memberi sentimen negatif bagi kondisi fiskal Indonesia. ”Kini harga minyak Brent sudah mencapai 83 dolar AS per barrel, jauh melebihi asumsi harga minyak APBN di level 48 dolar AS per barrel.

Menurutnya, Rupiah akan cenderung stabil di level Rp 15 ribu hingga akhir tahun ini jika otoritas moneter kembali menaikkan tingkat suku bunga acuan dan Pemerintah bisa segera mengerem impor, sehingga defisit transaksi berjalan bisa ditekan di bawah 3 persen Produk Domestik Bruto.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini