TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) memiliki peran dan tanggung jawab dalam pengembangan kewirausahaan dan menumbuhkembangkan potensi pengusaha muda yang profesional dan bertanggung jawab.
Peran yang sangat strategis diwujudkan dalam program aksi dan implementasi dalam berbagai bentuk kegiatan seperti Jaya Properti Club yang dihelat di Financial Club, Graha CIMB Niaga, Jakarta, Rabu (17/10/2018).
Acara ini diadakan dalam rangka kepedulian dan mencari solusi mengenai permasalah dalam bidang properti. Jaya Properti Club akan diadakan secara rutin kerjasama HIPMI Jaya dengan REI DKI Jakarta.
Ketua Panitia Pelaksana, Fristian Kalalembang menjelaskan rumah merupakan satu di antara kebutuhan dasar manusia. Namun, kata Fristian, kebutuhan ini kerap kali terabaikan karena harganya yang selangit.
"Tingkat kenaikan gaji sudah tidak mampu menandingi kenaikan harga rumah. Di kota-kota besar, harga rumah tumbuh lebih tinggi dari tingkat inflasi," ujar Fristian.
Baca: Luhut Klaim Koreksi Jari Bos IMF Demi Tunjukan Indonesia Nomor Satu, Terkuak Fakta Ini
Mengacu data Real Estate Indonesia (REI), Fristian mencatat kenaikan harga rumah di kota besar sudah mencapai 10 – 30 persen.
Angka tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi Indonesia yang rata-rata mencapai 5 persen dalam lima tahun terakhir
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, persentase warga yang mengontrak rumah di DKI Jakarta melebihi persentase nasional.
Harga rumah di Jakarta yang semakin tak terjangkau, wilayah sekitarnya pun menjadi incaran.
Dalam perkembangannya, harga rumah di sekitar kota satelit seperti Bogor, Depok, Bekasi, Tangerang pun ikut melambung tinggi.
Di wilayah Bekasi misalnya, pada sekitar tahun 2000, masih banyak rumah yang dijual di bawah Rp100 juta.
Kini, sudah tidak bisa kita temui lagi rumah di Bekasi dengan harga di bawah Rp100 juta. Kalaupun ada yang murah, letaknya sangat jauh dan infrastruktur pendukungnya belum memadai.
Sudah harganya selangit, pasokannya pun masih terbatas. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR), backlog rumah mencapai 7,6 juta unit pada 2014 berdasarkan konsep penghunian.
Angka itu diharapkan bisa turun menjadi 5 juta unit pada 2019. Sementara dari konsep kepemilikan, backlog rumah mencapai 13,5 juta rumah. Angka ini diprediksi turun menjadi 6,8 juta unit pada 2019.
Ketua Umum HIPMI Jaya Afifuddin Suhaeli Kalla mengatakan masalah di sektor perumahan ini menjadi salah satu perhatian dari pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Meluncurlah Program 1 Juta Rumah. Target satu juta rumah ini merupakan hasil revisi dari program awal yang sempat dipatok dua juta unit rumah per tahun," kata Afie.
Afie menambahkan ada ketimpangan antara pasokan dan kebutuhan. Dari sisi pasokan, para pengembang belum memiliki kapasitas yang mumpuni untuk bisa memenuhi backlog rumah.
"Belum adanya regulasi yang mendukung membuat gerak para pengembang sangat terbatas. Sementara kebutuhan masyarakat terhadap perumahan sangat tinggi," kata Afie.