Laporan Reporter Kontan, Dikky Setiawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kemtan) diminta tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dapat menimbulkan polemik terkait pasokan dan kebutuhan pangan.
Salah satunya terkait kebijakan impor jagung sebanyak 100.000 ton yang disepakati melalui rapat koordinasi terbatas (Rakortas), dan diajukan Kementan sendiri.
Komisi Ombudsman menyerukan, agar Kementan tak mengulang kebiasaan untuk menjadikan isu mafia pangan sebagai kambing hitam terkait kebijakan impor dan ketidakoptimalan kinerjanya.
"Jangan terlalu membela diri seolah-olah ini kepentingan importir atau mafia pangan. Kan semua impor lewat Bulog, cari sendiri (siapa mafianya). Jadi, sudahlah, jangan terlalu banyak komentar. Lebih baik fokus memperhatikan kebutuhan (jagung) peternak," ujar Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman, Jumat (9/11/2018).
Baca: Survei LSI: Partai Hanura dan PSI Bersama Empat Partai Lain Diprediksi Tak Lolos Ambang Batas
Alamsyah juga meminta agar Kemtan fokus menyosialisasikan kebijakan impor dengan tujuan baik tanpa ada polemik. "Misalnya impor disosialisasikan untuk meningkatkan cadangan, bukan untuk mengganggu petani," imbuh dia.
Kendati banyak pihak yang menolak impor bahan pangan, lanjut Alamsyah, namun hal itu harus disesuaikan dengan kondisi fakta di lapangan.
Contohnya soal ketersediaan pasokan jagung. Meskipun berulang kali Kemtan menyatakan bahwa saat ini surplus produksi jagung, namun fakta di lapangan harga komoditas ini melambung tinggi. Akibatnya, para peternak sulit mendapatkan jagung untuk kebutuhan pakan ternak.
Baca: Dokter Mengeluh, Biaya Operasi Cesar Sebelum Ada BPJS Kesehatan Rp 6 Jutaan, Kini Cuma Rp 4,3 Jutaan
"Sederhananya begini, yang penting, kan, soal harga. Meski stok jagung dibilang banyak, tapi klaim tersebut tidak ada gunanya kalau barangnya tidak ada di pasaran,” tegas Alamsyah.
Sementara itu, Ketua Apindo Bidang Peternakan dan Perikanan Anton J Supit justru mempertanyakan klaim surplus jagung oleh Kementan dan rencana impor jagung yang menjadi polemik.
“Ada beberapa pertanyaan besar terkait klaim surplus jagung oleh Kemtan. Kalau mereka bilang ada surplus 12,98 juta ton, tapi berada di wilayah yang bukan sentra peternakan, atau luar Jawa, ini banyak pertanyaan yang harus dijawab oleh mereka (Kemtan),” ujarnya.
Pertanyaan pertama, sambung Anton, sebanyak 12 juta ton stok jagung itu artinya akan ada 12 juta truk lebih membawa jagung. “Apakah ada truk-truk pembawa jagung ini, yang jumlahnya 12 juta unit lebih?” tanyanya heran.
Data surplus pangan
Pertanyaan kedua, lanjutnya, 12 juta ton jagung itu berada di mana? Menurut Anton, jika 12 juta jagung itu ada di pengusaha, maka akan mudah diketahui.