TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi korporasi PT Lippo Cikarang Tbk mendekonsolidasi PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), pengembang proyek mega properti Meikarta berbuah manis.
Emiten berkode LPCK itu meraup laba bersih Rp 2,90 triliun atau naik 593% pada kuartal III 2018 lalu. Namun, bagaimana masa depan Meikarta dan Lippo Karawaci setelah pelepasan itu itu?
Sejumlah analis mengatakan langkah dekonsolidasi tersebut sudah tepat. Analis Panin Sekuritas, William Hartanto meyakini, kinerja Lippo Cikarang justru akan lebih lebih baik kedepannya pasca dekonsilidasi.
"Bagus, selama Meikarta belum jadi, dan masih terkait kasus maka akan membuat laporan keuangan LPCK terlihat kurang menarik," kata dia di hubungi wartawan beberapa waktu lalu.
Sementara pengamat pasar modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), Reza Priyambada menilai kinerja Lippo Cikarang pada kuartal III lalu menjadi sentimen positif pasar di tengah lesunya bisnis properti dan berkah dari dekonsolidasi anak usaha LPCK.
Menurut Reza, hasil dekonsolidasi anak usaha harusnya terlihat di priode laporan kinerja keuangan selanjutnya.
“Kalau terkait aksi dekonsilidasi, terlihat nanti di priode berikutnya dan sekarang belum terlihat,”ujarnya di Jakarta, kemarin.
Disampaikannya, berdasarkan pengalaman sebelumnya bila ada perusahaan melepas kepemilikan di suatu anak usaha atau entah itu dialihkan kepemilikan sahamnya, baik itu dijual, diprivatisasi, atau apapun istilahnya yang penting tidak ada di perusahaan tersebut, maka pencatatan keuangan konsolidasi tidak akan memasukan anak usaha tersebut.
Selanjutnya soal dugaan pembeli saham MSU dari luar negeri dan terafiliasi dengan Lippo, baik Reza dan William keduanya membenarkan kemungkinan saja ada keterkaitan karena belum ada penjelasan juga siapa pembeli saham ini.
”Namanya konglomerasi kan apapun memungkinkan. Yang penting diharapkan sesuai aturan-aturan hukum yang berlaku,” kata Reza.
Tidak Terkait Kasus Perizinan
Dalam laporan keuangan LPCK kuartal II 2018, manajemen Lippo Cikarang sudah menyampaikan bila sejak Maret 2018 perusahaan telah mengalihkan 50,01% saham MSU kepada dua pihak. Yakni, Hasdeen Holdings Ltd., dan Masagus Ismail Ning.
Ini membuktikan bila aksi dekonsolidasi tidak terkait dengan kasus perizinan yang terungkap pada bulan Oktober. Aksi korporasi ini lebih merupakan strategi perusahaan menggandeng perusahaan internasional untuk mendukung Meikarta.
Dalam perjanjian jual beli bersyarat pada 10 Maret 2017 itu sendiri Hasdeen sepakat menyuntik modal sebesar US$300 juta atau sekitar Rp 4,2 triliun secara bertahap hingga Desember 2018.