Laporan Reporter Kontan, Kiki Safitri
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program Kementerian Pertanian (Kemtan) dengan memberikan sapi indukan sebanyak 6.000 ekor yang diimpor dari Australia dinilai berpotensi mengalami kegagalan.
Menurut Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana mengatakan hal itu dengan mengacu pada pengalaman pada 2016 lalu di program pengadaan sapi Australia.
“Jumlah 6.000 ekor itu baguslah kalau dai sisi proyek. Sama pemerintah, saya bolak-balik menyampaikan, harusnya program yang dulu pernah dilakukan untuk sapi indukan dievaluasi dahulu,” kata Teguh kepada Kontan.co.id, Kamis (15/11/2018).
Menurut Teguh, dua tahun lalu program yang sama pernah dilakukan dan terbukti tidak menunjukkan hasil.
Hal ini terjadi karena butuh perlakuan yang berbeda antara sapi di Australia dengan sapi di Indonesia.
“Karena saya pernah dengar sebelumnya, walau saya tidak diajak monitoring program-program sapi ini. Banyak yang tidak berhasil, karena perlakuannya berbeda, di Australia sapi ini dibiarkan bebas di padang rumput, kalau di sini enggak bisa seperti itu, harus diikat dan dikandangkan,” ungkapnya.
Selain itu ia juga mengatakan bahwa ketersediaan pakan ini selanjutnya harus diperjelas apakah pemerintah akan turut membantu dalam penyediaan pakan atau tidak.
Dia menilaa, minimnya pakan membuat sapi tidak bertumbuh optimal yang berdampak pada kesuburan sapi.
“Yang kedua, jika sapi-sapi itu diberi makan, apakah pakannya memadai? Karena kalau tidak, maka sapi itu akan kurus dan tidak sehat, sehingga saat dikawinkan juga tidak akan bunting. Kan itu nambah cost lagi,” jelasnya.
Teguh berharap agar pemerintah memiliki antisipasi terkait dengan risiko yang mungkin akan dialami oleh peternak lokal.
“Saya tekankan, sebaiknya pemerintah hati-hati karena risiko ekonomi dan teknis juga berpotensi terjadi di peternak. Itu harusnya diantisipasi pemerintah supaya program tidak gagal,” tegasnya.