Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — PT Bank Danamon Tbk (BDMN) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di 2019 akan mencapai 5,18 persen.
Angka itu memang lebih rendah dari Asumsi Makroekonomi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang menetapkan target pertumbuhan ekonomi 2019 di level 5,3 persen.
Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana mengatakan, ekonomi Indonesia di 2019 masih berpeluang meningkat dari tahun ini.
“Pertumbuhan ekonomi tahun ini saja ekspektasi 5,14 persen dan tahun depan 5,18 persen jadi proyeksi kita masih ada peningkatan,” kata Wisnu saat memaparkan Proyeksi Ekonomi 2019 di Menara Bank Damanon, Jakarta, Kamis (6/12/2018)
Berdasarkan proyeksi Bank Danamon, penggerak pertumbuhan ekonomi domestik masih akan ditopang tingginya konsumsi rumah tangga. “Kami agak optimis, di tahun depan bonus bisa lebih besar,” ujarnya.
Baca: Tanggapi Polemik Ceramah Habib Bahar, Deddy Corbuzier Singgung Atta Halilintar dan Ria Ricis
Selain itu, belanja sosial pemerintah melalui program perlindungan sosial akan meningkat di 2019 juga akan mendorong konsumsi masyarakat.
Dalam RAPBN 2019, pemerintah bakal mengalokasikan program perlindungan sosial sebesar Rp 381 triliun, naik 31,9 persen dari APBN tahun ini sebesar Rp 287 triliun. “Ini akan mendorong pengeluaran untuk konsumsi seperti makanan, pakaian, kesehatan,” tukasnya.
Baca: Ekonom: Pelemahan Rupiah Bukan karena Aksi Spekulan
Secara terpisah, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen di 2019, lebih rendah dari target yang ditetapkan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar 5,3 persen.
Peneliti Indef Eko Listiyanto mengatakan, asumsi pertumbuhan ekonomi 5 persen di tahun depan didasarkan pada masih tingginya ketidakpastian ekonomi global karena masih berlanjutnya ketegangan perang dagang.
Meningkatnya eskalasi perang dagang diperkirakan akan meluas tidak hanya Amerika Serikat dengan China, tapi juga akan dialami negara-negara lainnya.
Selain itu, ketidakpastian ekonomi global di tahun depan juga masih akan berlanjut seiring rencana bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve yang bakal mengerek kembali suku bunga acuannya sebanyak tiga kali.
Dalam catatan Indef, di tahun depan, Indonesia juga akan menghadapi ajang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Biasanya, dalam tahun politik, investor cenderung berhati-hati dalam menanamkan modalnya di dalam negeri karena akan kembali mempertimbangkan target, program, dan desain kebijakan ekonomi yang ditawarkan oleh masing-masing calon presiden. “Hiruk pikuk Pilpres akan mewarnai perekonomian di 2019,” jelas Eko.