Terlebih Indonesia tergabung dalam Wolrd Trade Organization (WTO) atau organisasi perdagangan dunia.
“Indonesia sebagai bagian dari warga global, akan terus konsisten mengikuti aturan yang berlaku di tingkat global, seperti WTO. Namun usaha dan upaya kita untuk kemandirian dan kedaulatan pangan, tidak boleh berhenti”, pungkas Syukur.
Dekan Fakultas Pertanian Institut Ilmu Pertanian Bogor (IPB), Suwardi, menguatkan pendapat ini, bahwa untuk tujuan tertentu terkadang impor diperlukan.
“Dari segi jumlah produksi untuk memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri, produksi kita mungkin saja sudah mencukupi. Tetapi jumlah saja tidak cukup karena masih ada faktor lain”, ujar Suwardi.
Peternak Puji Langkah Strategis Kementan
Saat menunggu jagung impor tiba, Pemerintah berinisiatif mengusahakan jagung pakan bagi peternak ayam layer (petelur) mandiri.
“Terus terang saya memuji usaha Kementan, khususnya ke Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Pak Dirjen Pak Ketut dan jajarannya. Betul-betul luar biasa untuk peternak dalam mengadakan jagung”, kata Awan Sastrawijaya, Peternak Ayam Petelur di Bandung, Jawa Barat.
Ketua Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia Prof. DR. Ir. Ali Agus DAA. DEA menegaskan kebijakan Pemerintah mencari pinjaman jagung pakan untuk membantu peternak ayam layer (petelur) mandiri, adalah sesuatu yang sangat wajar. Juga tidak akan menganggu iklim investasi seperti yang dikhawatirkan sebagian kalangan.
Menurutnya kebijakan ini justru perlu dilakukan sebagai langkah manajemen operasi dan stok dari sebuah industri.
"Misalnya begini, ayam belum makan, makannya jagung. Jagungnya kalau ada digunakan kalau tidak ya pinjam dari tetangga. Itu kan namanya manajemen stok. Saya kira iklim investasi akan tetap sehat karena langkah ini jangka pendek. Kalau perlu kita apresiasi," ujar Ali beberapa waktu lalu.
Kebijakan pinjam, kata Agus yang meraih gelar Doktor di EXSA Rennes - Perancis tahun 1996, merupakan hal biasa yang dilakukan di negara penghasil ternak seperti China dan Vietnam. Di sana, ketika panen raya berlangsung dan hasilnya melimpah ruah, maka keputusan yang diambil adalah ekspor.
"Sebaliknya kalau hasil panen rayanya kurang mereka beli alias impor, atau pinjam. Kan sebenarnya ini hukum perdagangan internasional yang logis. Jadi saya kira tidak perlu alergi lah sama pinjam atau impor", katanya.
Sebagaimana disampaikan Ketua Presidium Forum Peternak Layer Nasional Ki Musbar Mesdi, apabila tidak segera diantisipasi, kenaikan harga jagung bisa berdampak pada harga telur di pasaran.
“Sebab, biaya jagung berkontribusi 50 persen dari total biaya produksi pakan”, kata Ki Musbar. (*)
Tulisan ini memuat hak jawab dari Kementerian Pertanian atas berita Besarnya Anggaran Kementan Dinilai Pengamat Belum Berbanding dengan Kinerja