“Meski bisa dihadapi tetapi tetap tidak ada jaminan menang bagi Indonesia jika ke arbitrase,” tutur Mafud.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh anggota Komisi 7 DPR RI, Adian Napitupulu, dalam sebuah diskusi baru-baru ini.
”Ini beda dengan yang terjadi di sektor migas. Freeport tidak bisa didapatkan secara gratis. Siapa yang menduga perusahaan dengan skala Freeport yang mengelola gunung emas terbesar, nantinya akan menjadi anak perusahaan BUMN,” terangnya.
Kontrak karya di sektor Tambang – dalam hal ini PTFI - tidak sama dengan KK yang berlaku di sektor minyak dan gas (migas), yang jika konsesi berakhir maka akan secara otomatis dimiliki pemerintah dan dikelola oleh BUMN, dalam kasus tersebut dikelola Pertamina.
Dalam peralihan tersebut, pemerintah tidak mengeluarkan uang sepeser pun karena aset perusahaan migas dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah, setelah sebelumnya membayar kontraktor lewat skema cost recovery senilai puluhan triliun rupiah.
Sekalipun Indonesia diasumsikan menang dalam pengadilan internasional, berdasarkan ketentuan KK, Indonesia sesungguhnya juga tidak akan memperoleh tambang emas di Papua tersebut secara gratis.
Pemerintah Indonesia tetap harus membeli aset PTFI minimal sebesar nilai buku berdasarkan laporan keuangan audited 2017, diestimasi sekitar Rp 85,7 triliun.
Selain itu, pemerintah juga masih harus membeli infrastruktur jaringan listrik di area penambangan, yang nilainya lebih dari Rp 2 triliun. (*)