TRIBUNNEWS.COM - Aktivitas di Terminal 3 Soekarno-Hatta tak ubahnya masih seperti sediakala, penumpang masih sangat tampak memenuhi sudut-sudut markas utama maskapai BUMN, Garuda Indonesia.
Jumat (8/2/2019), pukul 17.00 WIB, dikala penumpang berdatangan dan karyawan airport bergantian shift, kepadatan terminal termegah di Indonesia itu justru makin ramai.
Pemandangan sebaliknya di Terminal 1 penerbangan domestik, banyak bangku kosong, begitu juga parkiran sepi, jauh dibandingkan Terminal 3 yang tetap padat.
Dalam konteks ini Terminal 3 kedatangan/keberangkatan domestik yang berada di sisi timur.
Fenomena ini langka, maskapai penerbangan Low Cost Carrier (LCC) tak banyak peminatnya, kalah dengan maskapai layanan Full Service yang lekat dengan Garuda Indonesia.
Baca: 29 dari 517 TPS di Kabupaten Kepahiang Berstatus Rawan, Ini Antisipasi Polres Kepahiang
Di sisi penumpang, Awlia Sari misalnya, passanger Garuda Indonesia ini tidak menggunakan maskapai LCC karena difasilitasi oleh kantor tempat ia bekerja.
Kalaupun harus memilih, ia memprioritaskan layanan full service lantaran gap harga lcc tidak terlampau jauh.
“Nggak apa-apa lebih mahal tapi dapat semua pelayanan. Kenyamanan juga penting buat saya,” tutur Awlia.
Sementara menurut Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro mengatakan kejadian terminal 1 Soetta sepi adalah hal lumrah.
Banyaknya pesawat Lion Air yang tidak beroperasi, kata dia, tidak berarti mengabaikan sisi perawatan.
"Karena saat ini musim sepi saja. Tidak hanya parkir, kita tetap ada melakukan maintenance. Lalu pesawat itu juga bisa dioperasikan buat rotasi," kata Danang.
Baca: Marc Marquez Naik Kereta Wisata Kelilingi Kota Bandung
Direktur Niaga Garuda Indonesia Airlines (GIA), Pikri Ilham Kurniansyah sebelumnya menyebut masing-masing airline menurut PM 14 Tahun 2016 diamanatkan agar industrinya hidup dengan sehat, tidak terjadi persaingan harga walaupun service berbeda.
Garuda Indonesia sebagai perusahaan plat merah memiliki tarif batas bawahnya 30 persen dari tarif batas atas.
Akibatnya, Garuda bisa menggunakan harga yang sangat lebar untuk bersaing di pasar.
“Kalau Garuda lakukan terus menerus, maka LCC bisa nggak hidup juga. Karena perbedaan harga terendahnya bisa sama dengan LCC," kata Pikri.