News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Peneliti Minta Waspadai Penetrasi Rokok Kretek Asing Berbandrol Murah

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seluruh stakeholder pertembakauan nasional harus mewaspadai penetrasi rokok asing yang semakin tajam menggerus pasar rokok domestik.
Peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengingatkan hal itu, menyusul beredarnya rokok kretek dengan brand asing yang memasang bandrol hanya Rp 12.000 per bungkus.

”Ini jelas tragedi, karena rokok kretek yang selama ini dihasilkan oleh bangsa Indonesia, menjadi budaya Indonesia dan produk asli Indonesia, kini bisa diimpor dari luar negeri dan dijual dengan harga murah,” ujar Salamuddin Daeng, dalam rilisnya, Senin (11/3/2019).

Meski diklaim sekadar mengganti kemasan dari rokok kretek yang sebelumnya menggunakan brand nasional, Daeng memastikan, ada kesengajaan dari perusahaan rokok asing untuk mengincar pasar rokok kretek Indonesia.

Baca: Stakeholder Kretek Tolak Intervensi Global

Lebih jauh, mereka bahkan mengincar perusahaan-perusahaan rokok kretek Indonesia untuk dibeli, mengincar sektor UKM produsen rokok kretek untuk dihancurkan, lalu diambil alih pasarnya.

”Caranya adalah dengan mengacak-acak kebijakan cukai, menekan perusahaan kecil dengan cukai mencekik, menyetarakan dengan perusahaan besar dan asing,” tutur Daeng.

Diakui, Industri Hasil Tembakau (IHT) memang memiliki pangsa sangat besar di Indonesia.

Menurut Daeng, nilai pasar tembakau Indonesia mencapai Rp 450 - Rp 500 triliun per tahun.

Dari nilai pasar sebesar itu, ia mencatat, hanya 30 persen yang masih dikuasai perusahaan lokal. Ditambah bahan baku hampir 50 persen impor, di mana 30 persen diimpor dari Tiongkok.

”Jadi, tinggal sedikit sekali nilai perdagangan tembakau yang tersisa di Indonesia. Bagaimana kalau nanti seluruh produk rokok termasuk kretek diimpor? Rakyat Indonesia dengan jumlah perokok lebih dari 100 juta orang hanya akan menjadi lahan jarahan asing,” jelasnya.

Itu sebabnya, Daeng mewanti-wanti, ketahanan sub-sektor tembakau harus diperjuangkan.

Terlebih jika mengingat, nilai pendapatan negara dari cukai mencapai Rp 150 triliun. Belum termasuk pajak yang dibayarkan oleh industri.

Nilai cukai tembakau ini, lanjut Daeng, setara dengan tiga kali pendapatan sektor ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral). Yakni, gabungan sektor migas, mineral dan batubara, atau setara dengan 15 - 30 kali sumbangan royalti Freeport.

”Artinya, kalau IHT jatuh semua ke tangan asing, maka sebenarnya habis sudah ekonomi Indonesia,” tegas Daeng.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini