TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelabuhan nasional terbesar Jakarta International Container Terminal (JICT) kembali diprivatisasi kepada Hutchison Hong Kong untuk masa kedua yakni tahun 2015-2039.
Kontrak Hutchison sendiri untuk privatisasi jilid I akan habis pada 27 Maret 2019.
Kontroversi muncul terkait dengan privatisasi JICT ini.
Menurut audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) privatisasi JICT melanggar berbagai aturan dan terindikasi merugikan negara minimal Rp 4,08 trilIun.
Namun dengan berbagai kontroversi, privatisasi JICT jilid II terus dijalankan oleh Pelindo II dan Hutchison.
Selain permasalahan korupsi, privatisasi sektor publik yakni pelabuhan sangat menyangkut hajat hidup rakyat.
Untuk itu seharusnya dikelola berdasarkan konstitusi.
Baca: KPK Bicara Kebutuhan di Sektor Penyidikan, Lembaga Antikorupsi Hongkong dan Singapura Jadi Acuan
Terkait dengan permasalahan ini, terungkap beberapa fakta kongkret dalam diskusi “TURC Labor and Law Discussion: Menegakkan Hukum Kasus Privatisasi JICT Jilid II (2015-2039)”, yang dilaksanakan pada Rabu, 13 Maret 2019, di kantor Trade Union Right Centre (TURC).
Diskusi dihadiri mahasiswa, praktisi hukum, masyarakat, buruh dan media. Bertindak sebagai moderator adalah Excecutive Producer MNC Media Hardy Hermawan.
Selain itu hadir sebagai narasumber Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional Ismail Rumadhan, Pakar Hukum Universitas Bung Karno Azmi Syahputra, Direktur Eksekutif Indonesian Club Gigih Guntoro dan Wakil Direktur TURC Yasinta Sonia.
Azmi Syahputra mengatakan privatisasi JICT jilid II jelas menabrak konstitusi.
"Ditambah dalam kasus privatisasi tersebut sudah ada audit investigasi BPK dan sedang diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Jadi secara otomatis privatisasi tersebut batal," katanya, Rabu (13/3/2019).
Pelindo II tidak bisa serta merta mengacuhkan audit investigatif BPK dengan mengedepankan audit PDTT awal BPK yang diminta RJ Lino dan kesimpulannya abu-abu.
Apapun alasannya etika hukum harus dijunjung. Atau jangan-jangan GCG (tata kelola perusahaan yang baik) sebatas semboyan Pelindo II dan privatisasi JICT hanya untuk melegalkan pendapatan pihak-pihak tertentu?”