News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bedah Buku 'Bangsa yang Terbelah': Presiden Jokowi Gagal Atasi Problem Ekonomi Makro

Penulis: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Acara bedah buku 'Bangsa yang Terbelah' karya ekonom dan pengamat politik Dr Ichsanuddin Noorsy, BSc, SH, Msi, di UBSI Kampus Kalimalang. Sabtu (16/3/2019). Acara bedah buku dalam rangka dies natalis ke-31 Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) ini diselenggarakan UBSi bersama Forum Akademisi Indonesia (FAI) dengan menghadirkan pembahas sejarawan dan budayawan Betawi Ridwan Saidi serta I Ketut Martana, Ketua Program Studi (Prodi) Administrasi Perkantoran UBSI.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Merayakan dies natalis ke-31, Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) dan Forum Akademisi Indonesia (FAI) menggelar kegiatan bedah buku 'Bangsa Terbelah’ di UBSI Kampus Kalimalang. Sabtu (16/3/2019).

Acara bedah buku ini menghadirkan narasumber utama Dr Ichsanuddin Noorsy, BSc, SH, Msi, ekonom dan pengamat politik yang juga penulis buku 'Bangsa Terbelah'  dengan pembahas sejarawan dan budayawan Betawi, Ridwan Saidi serta  I Ketut Martana, Ketua Program Studi (Prodi) Administrasi Perkantoran UBSI.

Ichsanuddin Noorsy menilai, selama empat tahun pemerintahannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) gagal mengatasi masalah fundamental ekonomi makro di masa kepemimpinannya.

Ichsanuddin menyatakan, Jokowi sudah gagal membuat rupiah benar-benar bisa berdaulat di negeri sendiri tercermin dari kurang sigapnya pemerintah mengatasi kurs rupiah saat terpuruk menghadapi dolar AS.

"Perbandingan pengelolaan ekonomi oleh pemerintah itu biasanya dengan Jepang dan Amerika Serikat. Kita lihat mata uang yen berdaulat di Jepang. Sementara dolar AS kita sudah tahu, sangat bagus di negerinya, Amerika Serikat. Tapi tidak terjadi demikian di Indonesia," ujar Ichsanuddin Noorsy.

Tiga Institusi Bikin Rupiah Loyo

Ichsanuddin menambahkan, penyebab rupiah tidak bisa perkasa di negeri sendiri karena selama ini ada tiga institusi penting di Indonesia yang lebih mengutamakan pinjaman dari luar negeri.

"Ada tiga yang membuat rupiah lemah. yakni korporasi swasta, BUMN, dan pemerintah," ujarnya.

Akibatnya, market risk (risiko pasar) tidak pernah di atas 5 persen. Artinya, kesejahteraan ekonomi di Indonesia sudah dalam situasi gawat. "Artinya, pemerintah ingin membuat stabil ekonomi dengan pinjaman saja tidak mungkin berhasil. Ini tentu tidak aman karena market risk tidak bisa diatasi," tegasnya.

Baca: Kisah Dramatis Penyelamatan Bayi 5 Bulan yang Terjebak di Kolong Rumah Oleh Anggota Yonif RK 751/VJS

Di dalam bukunya, Ichsanuddin Noorsy juga menyinggung keberhasilan Donald Trump memimpin Amerika Serikat kendati di awal pemilihan, dia bukan sosok yang populis terlebih kebijakannya yang berbau rasisme.

Terlepas dari itu, Ichsanuddin Noorsy menilai Donald Trump pemimpin yang berhasil memimpin negaranya karena bisa mengurangi angka kemiskinan di AS.

"Selama 49 tahun, baru kali ini tingkat pengangguran di AS berkurang drastis. Artinya, Trump bisa membuka lapangan pekerjaan bagi kaum milenial. Itu yang harus dilakukan di Indonesia. Jika tidak, ekonomi kita tetap akan terpuruk," papar dia.

Di tempat yang sama, sejarawan Ridwan Saidi mengatakan, Indonesia berada di titik nadir kehancuran, jika tidak ada perubahan signifikan.

Acara bedah buku 'Bangsa yang Terbelah' karya ekonom dan pengamat politik Dr Ichsanuddin Noorsy, BSc, SH, Msi, di UBSI Kampus Kalimalang. Sabtu (16/3/2019). Acara bedah buku dalam rangka dies natalis ke-31 Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) ini diselenggarakan UBSi bersama Forum Akademisi Indonesia (FAI). (HANDOUT)

Ridwan menegaskan, maraknya praktik korupsi dan kepemimpinan nasional yang tak maksimal menjadi faktor penyebab ekonomi Indonesia terpuruk.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini