TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce) akan diberlakukan 1 April 2019.
Namun, hingga saat ini aturan teknis berupa Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) tak kunjung diterbitkan.
Pelaku e-commerce pun masih menanti Perdirjen tentang pajak e-commerce ini.
Ketua Bidang Ekonomi Digital Asosiasi E-commerce Indonesia (iDEA) Bima Laga mengaku memang turut dilibatkan dalam penyusunan perdirjen tersebut. Akan tetapi, dia tak mengetahui seperti apa hasil akhirnya.
"Kami berharap PMK turunannya positif dan fleksibel, Tetapi ada satu bagian yang kita merasa itu masih perlu diatur. Contohnya sosial media yang sama sekali tidak ada, dan bentuk pelaporan satu pintunya belum clear 100%," ujar Bima, Kamis (28/3).
Meski tak secara gamblang meminta agar aturan e-commerce ini ditunda penerapannya, tetapi Bima meminta supaya penerapan pajak e-commerce untuk marketplace diberlakukan secara bersamaan dengan media sosial.
Baca: Pemerintah Diminta Tunda Penerapan Aturan Pajak E-Commerce
"Kami sudah berkirim surat [pada pemerintah], saya tidak bisa menyebutkan isi suratnya seperti apa tetapi aspirasi dari iDEA sudah kami sampaikan," tutur Bima.
Bima menambahkan, bila pajak e-commerce ini hanya berlaku untuk marketplace, maka hal tersebut tak akan adil untuk bisnis model lainnya.
Dia khawatir, akan banyak penjual yang justru berpindah melakukan penjualan lewat media sosial. "Penurunan belum terjadi karena aturan ini belum berlaku. Tetapi kalau melihat dari besaran user, akan terjadi penurunan," tambah Bima.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memperkirakan pemberlakuan aturan pajak e-commerce ini akan ditunda mengingat perdirjennya yang tak kunjung terbit.
Dia pun menyebutkan, bila perdirjen diterbitkan dibutuhkan waktu 3 hingga 4 bulan untuk mensosialisasikannya.
Meski begitu, Yustinus mengatakan PMK 210/2018 ini tak mengatur hal baru seperti tidak ada jenis pajak baru, tidak ada subjek pajak baru dan lainnya. "Ini hanya memberikan penegasan apa kewajiban Anda," ujar Yustinus.