TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kenaikan tarif kargo berdasarkan surat muatan udara (SMU) dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir membuat bisnis jasa pengiriman barang (logistik) turut menaikkan tarif dari 120% hingga 350%.
Sebut saja PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) yang kembali menaikkan ongkos kirim (ongkir) hingga mencapai 19% secara nasional dan diberlakukan sejak 21 Maret 2019 lalu. Begitu juga PT Citra Van Titipan Kilat (TIKI) yang ikut menaikan tarif secara bertahap yang besaran kenaikannya bergantung pada besaran kenaikan tarif kargo udara di tiap kota, termasuk J&T Express.
Meski begitu, masih ada juga beberapa pemain logistik ekspres yang menggunakan harga lama dan tidak mengacu pada kenaikan tarif kargo. Sebut saja seperti Lion Parcel dan SiCepat.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengungkapkan kenaikan tarif kargo memang berdampak negatif ke sektor logistik, karena perusahaan logistik akan melakukan penyesuaian harga.
Baca: Steve Emmanuel Belum Dijenguk Anaknya, Ini Kata Karenina Sunny
“Dampak paling terasa ke Indonesia bagian timur yang sebagian besar menggunakan angkutan udara. Imbas lainnya bisnis e-commerce cepat atau lambat akan alami tekanan. Padahal dalam setahun nilai transaksi melebihi Rp100 triliun dari e-commerce,” ujar Bhima.
Selain itu, lanjut Bhima, kenaikan tarif ini juga akan ada mendorong perubahan perilaku konsumen yang akan lebih memilih layanan logistik dengan tarif termurah. Dampaknya pun akan terjadi prgeseran pangsa pasar, dimana perusahaan logistik dengan tarif termurah akan banyak dipilih masyarakat. “Bisnis logistik memang sensitif terhadap perubahan harga,” ungkap Bhima.
Chief Marketing officer PT SiCepat Ekspres Indonesia (SiCepat) Wiwin Dewi Herawati mengatakan bahwa kenaikan tarif pada industri ini memang tidak bisa dihindari, karena beberapa komponen dalam proses logistik terdapat biaya-biaya yang harus disesuaikan. Sejak SiCepat berdiri tahun 2014, Wiwin mengaku baru pada 18 Januari 2019 lalu perusahaannya menaikkan tarif hingga 15%.
Meski begitu, kata dia, kenaikan tersebut tidak berlaku nasional. “Ada beberapa wilayah yang tidak mengalami kenaikan tarif karena tidak perlu menggunakan pesawat udara,” katanya.
Walaupun ada kenaikan tarif, lanjut Wiwin, tren pengiriman barang melalui jasa perusahaan logistik akan tetap mengalami kenaikan. Sebab tren belanja online terus meningkat dan berdampak pada peningkatan pengiriman barang melalui perusahaan logistik.
Agar kenaikan tarif tidak terlalu dirasakan oleh masyarakat, saat ini menurutnya banyak penjual online atau e-commerce, termasuk perusahaan logistik, menyiasatinya dengan memberi subsidi pengiriman hingga memberikan diskon ongkos kirim bagi setiap member atau pelanggan.
“Untuk pelanggan loyal ada beberapa program menarik yang diberikan, pengantaran cepat sampai meskipun bayar ongkir tarif regular tetap dipertahankan sehingga pelanggan tetap puas,” ujarnya.
Adapun pemain yang tidak menaikkan tarif seperti Lion Parcel, dikarenakan saat ini perusahaan tersebut tengah fokus mengembangkan pengiriman melalui jalur darat. Salah satunya yakni bekerja sama dengan PT KAI Logistik (KALOG).
Penandatanganan kerjasama tersebut juga telah dilakukan pada Maret 2019 kemarin oleh Chief Executive Officer (CEO) Lion Parcel, Farian Kirana dan Plt Direktur Utama KALOG, Junaidi Nasution.
Farian mengatakan kerjasama dengan KALOG merupakan alternatif jalur distribusi barang selain udara. Langkah tersebut diharapkan dapat menekan harga pengiriman barang. Selain itu, kerja sama ini juga ditujukan untuk mempercepat waktu pengiriman barang serta untuk melayani daerah-daerah yang belum dilayani oleh jalur udara.
"Dengan KALOG beberapa rute bisa lebih ekonomis dan lebih cepat dari pesawat. Harapannya pengguna lebih puas dengan layanan kami," paparnya.