News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kartini Masa Kini

Belajar Peduli Lingkungan dari Kartini Muda, Vania Santoso

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Vania Santoso berpose bersama produk brand asuhannya heySTARTIC

TRIBUNNEWS.COM – Keresahan atas persoalan lingkungan, pertama kali dirasakan Vania Santoso setelah rumah tempat tinggalnya di Surabaya terendam Banjir.

Bersama kakaknya, Agnes Santoso, Vania membentuk komunitas yang peduli pada isu-isu dan permasalahan lingkungan pada 2005. Ia menyebutnya sebuah proyek sosial yang fokus mengedukasi masyarakat dan siswa tentang berbagai isu lingkungan.

Kedua kakak beradik ini tidak main-main dalam membangun komunitasnya, bahkan beberapa proyeknya meraih penghargaan di tingkat internasional.

Dua tahun membangun komunitas peduli lingkungan, pada 2007, proyek sosial Vania dan Agnes, memenangkan kompetisi Lingkungan Internasional “Volvo Adventure” di Swedia yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Proyek itu bernama “Useful Water for A Better Future”. Dari ajang ini, ia meraih pendanaan internasional untuk pengembangan proyek lingkungan senilai 10.000 dollar AS.

Uang pendanaan itu digunakan untuk berbagai proyek yang menunjang keberlangsungan komunitas.

“Di sisi lain mikir, untung menang, kalau enggak ada sponsor gimana? Harus dipikirkan keberlanjutan finansial gimana,” kata Vania.

Perjalanan kakak beradik ini terus berlanjut, mereka terus berinovasi untuk menghasilkan produk yang layak jual.

Berbekal hobi crafting, Vania  merintis usaha produk daur ulang. Brand heySTARTIC dipilih sebagai akronim dari Start Being Exotic and Ethical.

Produk yang kini terus dikembangkan dan menjadi andalan heySTARTIC adalah produk fesyen dengan bahan baku bekas karung semen.

Produk-produk itu di antaranya, tas tangan, laptop case, dompet, dan lain-lain. Sekilas, orang akan mengira bahwa produk itu merupakan produk kulit, bukan daur ulang karung semen.

Harga produknya bervariasi, mulai Rp 50 ribu hingga Rp 800 ribu.

Vania mengisahkan, inovasi ini awalnya muncul dari warga yang dibina oleh komunitasnya. Para warga ini dibina mengelola bank sampah di tiga wilayah, yaitu Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik.

Vania Santoso

“Sampah apa pun yang masuk, dipikirin dikelola jadi apa. Bungkus kemasan kopi, koran, dan akhirnya jatuh di kertas semen. Ternyata, punya nilai jual juga di Indonesia,” kata Vania.

Berbagai eksperimen dilalui untuk mendapatkan model dan kualitas seperti yang dipasarkan saat ini.  Terutama, untuk mendapatkan pelapis yang tahan lama dan menghasilkan produk dengan kualitas baik.

Menurut Vania, pelapis yang digunakan benar-benar ramah lingkungan dan tahan air.

Perjuangan Vania dan Agnes tidak lepas dari proses belajar serta trial dan error. Semua ini mereka lalui berkat pembekalan yang ia dapatkan dari berbagai pihak.

Salah satunya saat ia mengikuti Wirausaha Inovatif Berbasis Sosial Lingkungan (WIBSL) yang diadakan Innotech dan Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna/ Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC). Ia terpilih sebagai juara dalam kompetisi ini.

Dari sini pula Vania belajar banyak hal, terutama dari para pengusaha yang telah mapan.

“Di SETC berproses beberapa bulan, dari karantina, pameran, presentasi. Saat itu menang dan dapat bantuan Rp 50 juta. Banyak dapat dukungan dan pengayaan karena dipertemukan dengan para entrepreneur yang sudah berhasil, ikut pameran-pameran, termasuk di Galeri House of Sampoerna,” ujar peraih Young Eco Hero dari Action for Nature (2008) di Amerika Serikat ini.

Ia juga mengaku mendapatkan kesempatan untuk mendalami mengenai bisnis sosial di SETC.

“Jadi waktu ikut WIBSL Sampoerna dan Innotech itu, kami dipertemukan langsung dengan para praktisi bisnis sosial yang udah mapan di bidangnya. Jadi bisa belajar langsung dari yang sudah ngejalanin. Oh, bisnis sosial itu seperti ini, bisa menggali story-nya,” kata Vania.

Ke depannya, Vania berharap agar produk daur ulang dan ramah lingkungan semakin diminati di Indonesia.

Oleh karena itu, untuk saat ini, ia fokus mengembangkan pasar dalam negeri. Alasannya, tujuan dari bisnis sosial yang dijalaninya adalah mengedukasi masyarakat Indonesia soal isu lingkungan.

Kepada para generasi muda yang ingin berwirausaha, ia berpesan, agar mewujudkan mimpi. Tak hanya bermimpi, tetapi juga melakukan aksi. Apalagi, jika bisa bermanfaat bagi masyarakat.

“Business plan terbaik adalah business plan yang dilakukan. Selain direncanakan, juga harus aksi. Percayalah, ketika kita sudah melakukan aksi, banyak hal yang di luar perkiraan kita,” ujar Climate Champion British Council East Asia Region 2010 ini.

Penulis: Dessita Chairani

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini