Budi Karya mengatakan, konsultasi tersebut dilakukan untuk memastikan tidak ada hukum yang dilanggar.
"Saya berkonsultasi saja, ada Undang-Undang yang dilanggar tidak. Saya belum firm. Kalau dilihat dengan kecenderungan masyarakat membutuhkan itu, saya rasanya punya kewenangan," ujarnya.
Budi Karya mengakui, jika melihat dari komponen-komponennya, seharusnya tarif batas atas mengalami kenaikan.
Namun, masih ada kepentingan masyarakat yang harus diperhatikan. Karena itu, keputusan menaikkan atau menurunkan tarif batas atas angkutan udara ini tak boleh ditentukan secara sepihak.
Lebih lanjut dia mengatakan, sebagai upaya untuk menurunkan tarif tiket, khususnya saat lebaran, pihaknya telah meminta Kementerian BUMN untuk menurunkan harga tiket Garuda.
"Kalau Garuda turun, diikuti maskapai lain," ujar Menteri Budi.
Kenaikan harga tiket pesawat ini telah dikeluhkan banyak pihak, termasuk pengelola bisnis perhotelan, restoran dan pariwisata di daerah. Bahkan harga tiket pesawat ini menjadi salah satu pendorong inflasi April 2019 sebesar 0,44 persen.
Rugikan Industri Perhotelan
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan tingginya harga tiket pesawat mempengaruhi pelaku usaha, terutama untuk jasa travel dan penginapan. Dia menilai tingginya harga tiket disebabkan kurangnya persaingan maskapai di Indonesia.
Hariyadi mengaku sudah pernah mengusulkan kepada pemerintah untuk membuka kerja sama dengan maskapai regional melebarkan ekspansi ke Indonesia.
"Kami dorong pemerintah buka regional airline untuk masuk, apakah itu Jetstar, Air Asia untuk menambah rute domestik," ujar Hariyadi di Jakarta, Jumat (3/5/2019) seperti dikutip Kompas.com.
Hariyadi mengatakan, dengan hanya dua raja maskapai penerbangan di Indonesia, persaingan menjadi kurang sehat.
Menurutnya, harga tiket penerbangan yang mahal membuat angka keterisian kamar jadi rendah.
"Itu ada pengaruhnya. Karena harga tiket tinggi, menyebabkan okupansinya turun," kata Hariyadi.