Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai kebijakan sektor pangan nasional sebenarnya tidak melulu soal swasembada namun juga aspek perdagangan pangan global.
Hal itu ditegaskan Kepala Departemen Ekonomi CIPS Yose Rizal Damuri dalam diskusi ‘Perumusan Kebijakan Pangan yang Fokus pada Kestabilan Harga dan Ketahanan Pangan dalam 100 Hari Pertama Pemerintahan Baru’ di Jakarta, Senin (13/5/2019).
“Selama ini pemerintah selalu mencanangkan anti-impor dan swasembada, padahal kalau tidak ada impor, sedangkan suplainya sedikit, maka harga menjadi mahal,” tuturnya.
Yose mengingatkan pemerintah seharusnya bicara mengenai masalah ketersediaan dan aksesibikitas ketimbang segi produksi.
"Ini yang sering tidak tercakup dalam kebijakan pangan nasional sehingga perlunya perubahan terhadap pandangan ini," ucapnya.
Sementara Mantan Wakil Menteri Perdagangan RI Bayu Krisnamurthi memandang perumusan kebijakan pangan tidak mungkin dapat diselesaikan dalam 100 hari pertama.
“Permasalahan pangan di Indonesia sangat kompleks dan sulit,” bebernya.
Baca: Dorong Swasembada Bawang Putih, Ini yang Dilakukan Disper Wonosobo
Peneliti CIPS Assyifa Szami Ilman menambahkan di setiap pemilu program swasembada pangan selalu menjadi isu yang diangkat saat kampanye.
"Padahal tidak mesti swasembada menjadi solusi dari setiap persoalan pangan," kata Ilman.
Ia mengingatkan pentingnya akurasi data pangan dan agar kepala negara bisa mengkondusifkan kepentingan antarlembaga dalam hal pangan.