TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah memutuskan untuk menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat di kisaran 12-16 persen.
Keputusan ini akan tertuang dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Menteri Perhubungan dan ditargetkan terbit Rabu (15/5/2019) hari ini.
Menanggapi kebijakan tersebut, maskapai penerbangan Garuda Indonesia mengaku berada di kondisi semakin tertekan.
"Jadi memang dengan rencana penurunan yang TBA hingga 16 persen, itu tentu saja semakin menekan Garuda," ujar VP Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan saat dihubungi, Selasa (14/5/2019) malam.
Ikhsan menjelaskan, selama lebih tiga tahun terakhir, pemerintah tidak pernah menyesuaikan tarif batas atas maupun tarif batas bawah tiket pesawat.
Padahal, biaya yang perlu dikeluarkan maskapai terus membengkak, akibat kenaikan harga avtur hingga pelemahan nilai tukar rupiah.
"Dengan situasi itu, sebenarnya struktur cost Garuda itu memang harus bermain di sekitar TBA," jelas Ikhsan.
"Nah itupun yield (keuntungan) yang kita dapat sekitar 2 persen. Karena memang maskapai marginnya tipis," imbuhnya.
Dengan penurunan TBA dari regulator, perusahaan maskapai berpelat merah itu mengaku harus memutar otak untuk mengurangi biaya operasional perusahaan.
"Kita memang harus menekan cost untuk bisa bertahan hidup. Cost-cost yang kita tekan itu pasti cost yang di luar berkaitan safety (keselamatan penumpang) atau kesejahteraan karyawan. Yang dua itu tidak boleh diganggu gugat," tegas Ikhsan.
"Otomatis kita mengacu ke cost lain, misalnya pelayanan mungkin akan kita sesuaikan. Layanan kita kan full service, ya mungkin berkaitan dengan layanan full service kita sesuaikan dengan penekanan TBA di 12-16 persen ini," pungkasnya.
Curhat Penumpang
Sejumlah pemudik asal Sumatera Utara dan Aceh yang tinggal di Bandung mengaku stres. Sebab lonjakan harga tiket pesawat jelang Lebaran semakin menggila.
Warga Takengon, Aceh, Safutra Rantona salah satunya. Ia masih tidak percaya tiket H-7 Idul Fitri yang biasa dibelinya pada tahun-tahun sebelumnya, harganya selangit.
“Dulu (tahun lalu) bawa uang Rp 5 juta sudah bisa PP Jakarta-Takengon (Aceh). Kalau sekarang minimal Rp 12 juta. Baru lebaran kali ini saya stres gara-gara tiket pesawat,” ujar Safutra kepada Kompas.com di Bandung, Selasa (14/5/2019.
Pada Idul Fitri 2018, Safutra cukup mengeluarkan Rp 1,2 juta untuk tiket pesawat Lion Air dari Bandara Soekarno Hatta-Kualanamu Medan. Jika dilanjutkan dengan penerbangan Kualanamu-Bandar Udara Takengon Rembele cukup Rp 2 juta.
Namun kini untuk penerbangan di periode yang sama, harga tiket Lion Air dari Bandara Soekarno Hatta-Kualanamu Rp 2,3 juta. Jika dilanjutkan ke Takengon, bisa habis lebih dari Rp 3 juta.
“Hitungan itu belum untuk makan selama perjalanan dan biaya menginap saat transit di Medan,” imbuhnya.
Menunggu kepastian turunnya harga tiket pesawat dari Kemenhub
Kondisi ini yang membuat Safutra Rantona belum memutuskan untuk mudik melalui jalur darat. Ia pun menaruh harapan pada Kementerian Perhubungan yang katanya akan mengevaluasi harga tiket.
“Saya menunggu keputusan paling baik dari kementerian, katanya dalam minggu ini akan diumumkan,” ucapnya.
Jika mentok, maka ia akan pulang menggunakan bus. Harga tiket bus dari Jakarta menuju Takengon sekitar Rp 900.000. Namun waktu yang harus ditempuh berhari-hari dan melelahkan.
Pemudik lainnya, Irma Suryani mengalami kebingungan serupa. Seharusnya Lebaran tahun ini ia pulang ke Medan, Sumatera Utara. Sebab tahun lalu, ia tidak pulang karena sejumlah pekerjaan.
“Tapi harga tiketnya tinggi sekali, di luar prediksi saya. Kayaknya saya akan kuras tabungan untuk bisa mudik,” imbuhnya.
Ia pun mendesak pemerintah untuk menyelesaikan persoalan harga tiket ini secepatnya. Jangan sampai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah hilang.
Baca: Pastikan Distribusi Aman, Dirkeu Pertamina Pantau Tulang Punggung BBM di Jateng