TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG, anggota indeks Kompas100) menandatangani fasilitas pinjaman dari konsorsium bank internasional dan domestik pada 28 Juni 2019 lalu.
TBIG mendapatkan fasilitas pinjaman senilai US$ 375 juta. Nilai itu setara dengan Rp 5,3 triliun dengan kurs rupiah terhadap dollar Rp 14.138
Dalam keterbukaan informasi, Selasa (2/7), disebutkan ada 13 bank yang masuk dalam konsorsium pemberi pinjaman tersebut. Australia and New Zealand Banking Group, CIMB Bank Berhad Singapura, Credit Agricole Corporate and Investment Bank, DBS Bank, Mizuho Bank dan Oversea-Chinese Banking Corporation Ltd, United Overseas Bank Limited, The Hongkong and Shanghai Banking Corporation adalah bank asing yang masuk dalam konsorsium tersebut.
Sedangkan dari bank domestik ada Bank BNP Paribas Indonesia, Bank CIMB Niaga, Bank DBS Indonesia, Bank HSBC Indonesia, dan Bank OCBC NISP Indonesia.
Direktur TBIG Helmy Yusman Santoso menyebutkan dana pinjaman tersebut akan digunakan untuk beberapa hal. “Seperti pendanaan pengembangan usaha dan pelunasan pinjaman perusahaan, termasuk entitas anak,” kata Helmy.
Anak perusahaan yang menjadi peserta penerima pinjaman adalah PT Triaka Bersama, PT Metric Solusi Integrasi, PT Telenet Internusa, PT United Towerindo, PT Tower Bersama, PT Tower One, PT Batavia Towerindo, PT Prima Media Selaras, PT Bali Telekom, PT Solu Sindo Kreasi Pratama PT Mitrayasa Sarana Informasi, PT Solusi Menara Indonesia dan PT Menara Bersama Terpadu.
“Peserta entitas anak dapat ditambahkan kemudian hari,” kata Helmy dalam keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Dilansir Kontan.
Pinjaman tersebut memiliki margin bunga sebesar 1,75% per tahun untuk kreditur luar negeri. Sedangkan untuk kreditur dalam negeri, TBIG memiliki kewajiban bunga sebesar 1,85% per tahun.
Sepanjang tahun 2019 ini, TBIG menargetkan bisa menambah 3.000 tenant baru yang terdiri dari pembangunan 1.000 menara baru dan kolokasi atau layanan dimana operator telekomunikasi menyewa menara yang dimiliki TBIG, sebanyak 2.000 menara.
Pada kuartal I tahun ini, pendapatan TBIG tumbuh 27% secara year on year menjadi Rp 1,31 triliun. Sayang, peningkatan pendapatan tak diikuti dengan peningkatan laba.
Pada kuartal I 2019 lalu, laba TBIG tercatat Rp 229,3 miliar atau turun 3%. Penurunan laba itu antara lain disebabkan meningkatnya beban pajak penghasilan dari Rp 3,91 miliar menjadi Rp 73,94 miliar.
Di perdagangan, Selasa (2/7), harga saham TBIG naik 1,3% ke level Rp 3.900 per saham.
Per 31 Maret 2019, total pinjaman kotor (gross debt) Perseroan, jika bagian pinjaman dalam mata uang US Dollar yang telah dilindung nilai diukur dengan menggunakan kurs lindung nilainya, adalah sebesar Rp19.887 miliar dan total pinjaman senior (gross senior debt) sebesar Rp12.700 miliar.
Dengan saldo kas yang mencapai Rp235 miliar, maka total pinjaman bersih (net debt) menjadi Rp19.652 miliar dan total pinjaman senior bersih (net senior debt) Perseroan menjadi Rp12.465 miliar.
Menggunakan EBITDA kuartal pertama 2019 yang disetahunkan, rasio pinjaman senior bersih terhadap EBITDA adalah 3,2x, memberikan TBIG cukup ruang untuk menggunakan pinjaman tambahan berdasarkan financial covenants untuk tidak lebih dari 5,0x rasio pinjaman senior bersih (net senior debt) terhadap EBITDA yang disetahunkan untuk pinjaman bank.