TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana penyederhanaan cukai tembakau kembali bergulir.
Sejumlah pihak menyatakan penolakannya karena hal tersebut akan mengurangi volume produksi produk olahan tembakau yang akan berimbas kepada banyak hal.
Mudiyati Rahmatunnisa, dosen pascasarjana dan peneliti Universitas Padjajaran (UNPAD), mengatakan penyederhanaan cukai tembakau akan menimbulkan pengurangan volume produksi olahan tembakau.
Industri Hasil Tembakau (IHT) yang posisinya berada di layer yang dihilangkan akan membayar cukai pada layer di atasnya dengan harga yang lebih tinggi.
“Pengurangan produksi berkaitan dengan pertumbuhan penerimaan pendapatan (negara),” ucap Mudiyati kepada media.
Mudiyati menyatakan bahwa akan terjadi penurunan pada pertumbuhan pendapatan negara dari cukai tembakau. Penurunan tersebut diakibatkan dari penurunan volume produksi olahan tembakau.
“Asumsi penyederhanaan cukai tembakau berdampak pada peningkatan negara menjadi tidak mendasar,” terangnya.
Dosen pascasarjana UNPAD ini kembali menerangkan apabila simulasi penyederhanaan struktur tarif cukai rokok dilakukan, maka akan berdampak negatif yang sangat besar pada Sigaret Kretek Tangan (SKT).
Terlebih, industri SKT adalah industri yang menyerap tenaga kerja dengan jumlah besar.
“Pengurangan volume produksi rokok jenis SKT semakin tajam apabila dilakukan penyederhanaan struktur tarif cukai rokok,” ucapnya.
Sebelumya, Agus Parmudji, Ketua Asosiasi Petani Tembakau (APTI) mengatakan hal yang sama, bahwa simplifikasi tarif cukai hanya akan mematikan industri kretek nasional yang merupakan penyerap tembakau petani lokal bahkan nasional.
Dengan pemberlakuan simplifikasi, industri tembakau akan kian tergerus, pengusaha pabrikan kecil tidak mampu bertahan dan akibatnya penyerapan tembakau lokal semakin rendah, kehidupan petani pun terancam.