TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Jasa Raharja (Persero) mencatat klaim santunan Jasa Raharja sepanjang semester I 2019 mencapai Rp 1,23 triliun.
Angka tersebut meningkat sebanyak 7,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
"Secara keseluruhan, hingga Juni 2019 yang dijamin semester pertama Rp 1,2 triliun. Ini naik 7,7 persen," kata Kepala Divisi Pelayanan PT Jasa Raharja (Persero) Bambang Panular usai acara sosialisasi aplikasi INSIDEN di kantor pusat BPJS Kesehatan, Jakarta, Minggu (28/7/2019).
Bambang menjelaskan, santunan itu diberikan kepada korban kecelakaan lalu lintas yang didominasi untuk korban meninggal dunia sebesar 55,44 persen. Kemudian korban luka-luka sebanyak 42,31 persen, cacat tetap 1,05 persen, biaya ambulans/P3K sebesar 1,10 persen dan biaya penguburan 0,10 persen.
"Angka korbannya sekitar 57 ribu jiwa. Jumlah korban ini meningkat 8,5 persen. Paling banyak itu melibatkan kendaraan roda dua atau motor," jelas dia.
Baca: Ini Dia Pemilik 300 Bus Berlabel Transjakarta Terbengkalai di Bogor, Bukan Milik PT Transjakarta
Baca: Fakta Menarik Herayati, Anak Seorang Tukang Becak Lulusan ITB Kini Jadi Dosen di Usia 22 Tahun
Sebagai informasi, untuk korban meninggal dunia mendapat santunan sebesar Rp 50 juta. Sementara itu, untuk santunan korban luka-luka dan dirawat di rumah sakit maksimal dijamin hingga Rp 20 juta.
Kemudian besaran santunan biaya penguburan (bagi yang tak memiliki ahli waris) sebesar Rp 4 juta. Untuk penggantian biaya P3K dan penggantian biaya ambulans yaitu sebesar Rp 1 juta dan Rp 500 ribu.
Bambang mengimbau agar masyarakat memprioritaskan keamanan dan keselamatan saat berkendaraan. Hal tersebut guna menekan angka kecelakaan lalu lintas.
Jasa Raharja bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan para operator angkutan umum juga berupaya menekan angka kecelakaan lalu lintas melalui program mudik bareng gratis saat lebaran 2019 lalu.
"Kita lakukan semua upaya, baik sosialisasi, pendidikan, tindakan preventif, bantu berbagai hal. Dari peralatan, oneway tol kita bantu teman-teman terkait infrastruktur di jalan," jelas Bambang.
"Tapi kita ingin ini tidak cuma diakibatkan masalah infrastruktur atau human error, tapi menyangkut mental pengendara. Kalau masyarakat masih suka serobot-serobot, kecelakaan akan masih terjadi," imbuhnya.